Sandi yang Mendadak Santri Hingga Tiba-tiba Jadi Ketua ICMI
Bermula sejak penyematan status Santri Post-Islamisme kepada Sandiaga Uno oleh presiden PKS Sohibul Iman yang bernuansa politis. Pasalnya, Sandi yang baru saja berkoalisi dengan orang-orang PKS sama sekali tak memiliki rekam jejak layaknya kaum pesantren yang identik dengan gelar Santri.
Ditambah lagi, profil seorang Sohibul Iman selaku pemberi gelar Santri pun tak memiliki karakter, kebiasaan, dan kedekatan dengan mereka yang lekat dengan kesatrian. Bahkan Sohibul dan kelompoknya di PKS maupun kelompok-kelompok Islam lainnya yang berkaitan dengannya lebih tampak berseberangan dalam banyak hal dengan kaum Santri.
Jadi sangat wajar jika klaim Santri yang dilontarkan pimpinan PKS itu menuai kontroversi bahkan protes, tak hanya dari kalangan Santri sendiri. Masyarakat lain yang di luar komunitas kaum sarungan pun menganggap klaim tersebut sangat tidak masuk akal dan terlalu politis.
Meski logika sebagian besar Santri tidak bisa menerima adanya klaim Santri bagi Sandi oleh orang yang bahkan jauh dari dunia Santri, namun pada kenyataannya masih ada juga diantaranya yang terpengaruh dan percaya klaim tersebut. Karena adanya segelintir yang masih percaya itulah Sandi dan orang-orang di sekitarnya terus memainkan peran sebagaimana Santri kerap ritualkan.
Di tengah upaya menguatkan status dirinya sebagai Santri yang telah disematkan Sohibul Iman, Sandi terus melakukan pendekatan baik kepada tokoh, simbol, hingga melakukan ritual-ritual keseharian Santri terus dilakukan. Mengunjungi Pesantren-pesantren, menggunakan atribut Santri seperti kopiah, serban, dan sarung, hingga menziarahi makam tokoh Santri pun sering ditunjukkan Sandi.
Berhubung yang dilakukan Sandi tidak benar-benar mencerminkan dirinya, semua upayanya agar terlegitimasi sebagai Santri kandas seketika setelah dalam suatu kesempatan ia kedapatan melangkahi makam tokoh pendiri NU yang notabene juga tokoh besar yang sangat dihormati oleh kaum sarungan. Tak pelak, aksi Sandi itupun kembali menuai protes terutama dari kalangan Santri Pesantren yang sangat menjaga etika dalam berziarah, apalagi berziarah ke makam tokoh yang sangat mereka hormati.
Insiden memalukan tersebut ternyata tak membuat Sandi menyerah. Ia masih terus berupaya menguatkan citra Santri yang terlanjur disematkan padanya yang sebenarnya sudah kian luntur dan memudar. Masyarakat yang tidak percaya pada statusnya dipaksa dan terus dijejali penampakan penampakan Sandi sebagai Santri yang bahkan sulit dinalar akal sehat.
Yang terkini adalah pelantikan Sandi sebagai Ketua Ikatan Cendiakiawan Muslim Indonesia (ICMI) Korwil DKI Jakarta secara mendadak. Acara pelantikan tersebut berlangsung di tengah acara Silaturahmi Kerja Nasional (Silaknas) ICMI 2018 yang diadakan di Bandar Lampung, Jumat (7/12/2018).
Sebagaimana ditulis Kompas.com pada Sabtu (08/12/18), awalnya Ketua Umum ICMI Jimly Asshiddiqie meminta kesediaan Sandi untuk dilantik menjadi ketua ICMI Korwil DKI di tengah sambutannya di acara Silaknas.
“Sandiaga Salahuddin Uno, apakah Anda bersedia dilantik juga hari ini menjadi korwil ICMI DKI?” tanya Jimly, seperti dikutip dari siaran pers tim media pasangan Prabowo-Sandiaga, Jumat (7/12/2018).
Semula Sandi hanya tersenyum dan tidak menjawab pertanyaan Jimly. Tetapi ketika ditanyakan lagi, Sandi kemudian menjawab dan menyatakan kesediaannya sekaligus membeberkan saratnya.
“Terima Kasih Pak Ketua Umum atas kehormatan ini. Tapi izinkan saya Ketua non aktif terlebih, nanti ada ketua harian yang melaksanakan fungsi dan menjalankan organisasi. Saat ini saya masih ada tugas,” ucap Sandi.
Usai mendengar jawaban Sandi, Jimly pun kembali menegaskan kesediaan Cawapres Prabowo itu untuk memimpin ICMI DKI Jakarta sekaligus melantiknya bersamaan dengan acara Silaknas tersebut.
“Baiklah Anda bersedia dengan catatan, karena hari ini hari istimewa, Bismillah, saya melantik Sandiaga Uno sebagai Ketua Korwil DKI Jakarta,” jawab Jimly yang disambut tepukan dari para peserta Silaknas.
Penyematan status Santri dan penetapan sebagai ketua ICMI pada Sandi yang secara latar belakang dan kiprahnya sama sekali tidak memenuhi kriteria, di tengah statusnya sebagai politisi yang tengah berkompetisi di ajang Pilpres sebagai Cawapres sangat kental muatan politiknya.
Selain itu, Sandi dan semua pihak terkait yang telah menginisiasi dan mendukung adanya penyematan status Santri dan ketua ICMI pada Sandi telah melakukan pembohongan publik. Nyatanya, mereka secara sengaja telah melakukan upaya paksa, mencitrakan seorang Sandi yang sama sekali tidak pantas menyandang dua status terhormat tersebut dengan mengabaikan hal-hal prinsip dalam proses penetapannya.