Sikap Muslim Dalam Menghadapi Musibah Dan Bencana
Oleh : Sulaiman Rahmat )*
Sebagaimana kita sama-sama ketahui melalui berbagai saluran media, rentetan musibah bencana alam melanda sejumlah wilayah di tanah air kita tercinta. Gempa bumi yang melanda Lombok dan Palu, serta Donggala, gempa Tsunami di Sulteng, hingga yang terbaru adalah Tsunami di Lampung dan Banten. Akibat bencana alam, puluhan ribu orang harus mengungsi dari tempat tinggal mereka. Banjir bandang memporak-porandakan pemukiman penduduk, fasilitas umum hingga menyebabkan puluhan korban meninggal dunia dan kerugian material lainya.
Firman Allah SWT dalam Al Qur’an Surah Al Hadid ayat 22-23 yang Artinya: Tiada suatu bencanapun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauh Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah.(22) (Kami jelaskan yang demikian itu) supaya kamu jangan berduka cita terhadap apa yang luput dari kamu, dan supaya kamu jangan terlalu gembira terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang sombong lagi membanggakan diri. (23).
Ayat diatas merupakan resep yang sangat mujarab diberikan oleh Allah Yang Maha Tinggi dan Maha Bijaksana sebagai bekal setiap mukmin dalam mengarungi hidup dan kehidupan di dunia hingga akhirat kelak. Resep tersebut hanya akan bermanfaat bagi hamba Allah yang beruntung mendapatkan keimanan, yakni setiap mukmin yang mampu menyikapi setiap nikmat, karunia hingga musibah yang menimpa dirinya disikapi dengan berkhusznudzhan kepada Allah SWT serta mampu menangkap hikmah dan pelajaran yang terkandung di dalamnya. Bukan bersikap sebaliknya, saling tuding dan menyalahkan hingga saling menghujat kepada pihak lain, apalagi sampai mengutuki Allah SWT. Naudzubillah mindzalik.
Sikap terbaik seorang mukmin dalam menghadapi musibah dan bencana alam sebagaimana yang telah diajarkan oleh Nabi kita Muhammad SAW melalui beberapa hadisnya serta telah diinformasikan oleh Sang Penguasa Kehidupan Allah Aza Wazalla adalah dengan bersabar. Dan bersyukur ketika memperoleh nikmat serta karunia-Nya sebagaimana pesan yang pernah disampaikan oleh Nabi kita Muhammad SAW. “Sungguh mengagumkan urusan orang beriman, semua urusannya merupakan kebaikan. Jika dia diberikan kelapangan/ kemudahan, dia mensyukurinya, maka itulah kebaikan baginya. Dan jika keburukan menimpanya, dia menyikapinya dengan sabar, maka itulah kebaikan baginya.” (HR. Muslim)
Manusia hidup tak pernah mengenal statis. Selalu saja ada dinamika hidup menyertainya. Tidak ada seorang manusia di dunia ini yang tak diuji dengan baik dan buruk di dunia ini, apakah ia suka atau tidak. Dalam berbagai ayat-ayatNya Allah SWT sudah Memaklumatkan bahwa setiap manusia akan diuji, hanya saja mungkin tidak semua manusia mensikapi musibah dan nikmat dengan sikap yang sama. Ada orang yang optimis yang cenderung menghadapi kesulitan hidup dengan optimisme, sehingga ia senantiasa berusaha mencari jalan keluar, bahkan menganggap kesulitan sebagai tantangan. Ada pula manusia pesimis yang cenderung bersikap negatif terhadap apa saja, selalu mengeluh dan merasa susah.
Muslim disebut Muslim karena kelekatannya pada sikap penyerahan diri pada Allah SWT. Islam artinya ”berserah diri”. Islam adalah jalan hidup yang menuntut penganutnya untuk menyerahkan dirinya sepenuhnya kepada Allah. Tidak diperbolehkan bagi seorang Muslim untuk memiliki sikap atau pendapatnya sendiri dalam persoalan-persoalan penting dalam hidupnya. Jika non-Muslim (orang kafir) menganggap dirinya berhak memiliki sikap dan pendapatnya sendiri tentang hidup, musibah senang dan bahagia, Muslim harus bertanya kepada agamanya apakah arti itu semua. Oleh karena itulah ia dapat disebut ”Muslim” yang artinya berserah diri.
)* Penulis adalah guru agama Islam