Surabaya Black Hat Andalkan Telegram untuk Berbagi Data
Jakarta, LSISI.ID – Kepolisian menyebut Surabaya Black Hat (SBH) telah berdiri lebih dari tiga tahun. Komunikasi antara 707 anggota SBH terjalin melalui sebuah forum dalam aplikasi Telegram.
Kepala Subdirektorat Cyber Crime Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya AKBP Roberto Pasaribu mengatakan anggota Surabaya Black Hat belum pernah melakukan kopi darat, dengan kata lain pertemuan antar keseluruhan anggota belum pernah terjadi.
Roberto menjelaskan komunikasi yang terjadi di grup tersebut biasanya bertukar informasi untuk saling mengirimkan data dan kegiatan ilegal access yang biasa dilakukan.
“Kalau berdasarkan yang kami lihat, grup ini mati-hidup, mati-hidup (kadang aktif, kadang tidak),” kata Roberto, Rabu (14/3).
Roberto belum dapat memastikan apakah 707 anggota itu merupakan warga negara Indonesia seluruhnya atau terdapat warga negara asing di dalamnya. Dia mengaku saat ini mengalami kesulitan melacak para anggota pasca penangkapan tiga pelaku tersebut.
“Belum bisa kami deteksi ke sana karena sekarang mereka begitu ketangkap dan ramai (kemarin), mereka sudah menutup forum chatnya, jadi kami masih mengandalkan kekuatan dari analisa digital forensik,” tuturnya.
Polisi sejauh ini memang sudah menangkap tiga anggota SBH berinisial KPS (21), NA (21), dan ATP (21). Ketiganya masih berstatus mahasiswa. KPS diduga salah satu pendiri Surabaya Black Hat.
Penamaan Surabaya Black Hat, Roberto menjelaskan hanya sebagai wujud eksistensi di kalangan hacker. Black Hat dinilai sebagai cracker (penghancur sistem).
“Seorang hacker butuh eksistensi untuk diakui. Dalam terminologinya, Black Hat adalah cracker. Ini istilah yang berlaku dalam dunia cyber. Black Hat itu adalah kelompok cracker yang akan merusak sistem, meretas hanya dengan tujuan untuk motif ekonomi,” tuturnya.
Keuntungan yang didapat seorang peretas dalam Surabaya Black Hat, dikatakan Roberto berkisar antara Rp 50 juta sampai Rp 200 juta dalam satu tahun. Ada sekitar 3000 akun yang sudah diretas Surabaya Black Hat, namun hanya sebagian yang telah membayarkan uang kepada mereka.
“Mereka memang mahasiswa di bagian ini, tetapi mereka juga istilahnya belum lulus masih belajar, yang mereka enggak punya itu cuma satu yaitu ethical hacker,” ujar Roberto.
Dia melanjutkan, “Dalam dunia hacking itu ada dikatakan ethical hacker soal bagaimana kamu belajar, boleh tidak melakukan ini, sepanjang mana kamu boleh melakukannya.”
Polisi masih mencari tiga pelaku peretas lainnya. Ketiga pelaku yang telah diamankan dijerat dengan Pasal 30 jo 46 dan atau pasal 29 jo 45B dan atau 32 Jo Pasal 48 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) dan atau Pasal 3, 4, dan 5 UU RI No 8 Tahun 2010 tentang TPPU (Tindak Pidana Pencucian Uang).
Sumber : CNN Indonesia