Polemik Politik

Tak Ada Referendum Untuk Papua

Oleh : Sabby Kosay )*

Pemerintah Indonesia telah menunjukkan sikap tegas atas permasalahan Papua, dimana tak akan ada referendum dalam penyelesaian gejolak di Papua maupun Papua Barat.

            Menko Polhukam Wiranto mengatakan, pemerintah memang tengah gencar melakukan dialog dengan berbagai tokoh Papua untuk memulihkan situasi. Namun tidak akan ada ruang bagi referendum.

            Sebelumnya ratusan Mahasiswa Papua yang tergabung dalam Komite Mahasiswa Anti Rasisme, Kapitalisme, Kolonialisme dan Militerisme menginstruksikan kepada seluruh Mahasiswa Papua yang sedang belajar di sejumlah daerah Indonesia untuk pulang ke Papua.

            Karenanya, mereka meminta Gubernur Papua Lukas Enembe dan Gubernur Papua Barat Dominggus Mandacan untuk mengatur eksodus tersebut.

            Selain itu mereka juga menolak otonomi khusus yang diberikan kepada Provinsi Papua dan Papua Barat. Mereka meminta referendum dan memisahkan diri dari NKRI.

            Padahal sudah jelas bahwa tuntutan akan referedum Papua merupakan sesuatu yang tidak tepat. Sebab Papua secara jelas merupakan bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia.

            Wiranto kemudian menjelaskan bahwa wilayah Papua dan Papua Barat sudah sah berada dalam NKRI berdasarkan dengan New York Agreement.

            Mantan Panglima TNI tersebut juga pernah mengatakan, bahwa kebijakan referendum hanya berlaku terhadap satu negara terjajah yang diminta pilihan merdeka atau beragung dengan negara penjajah. Sementara hal tersebut tidak berlaku pada Papua dan Papua Barat.

            Sikap tegas akan tidak adanya referendum Papua juga ditunjukkan oleh Mantan Ketua MK Mahfud MD yang menegaskan bahwa tidak boleh ada referendum untuk Papua. Hal tersebut sesuai dengan konstitusi yang ada di Indonesia. Ia juga mengatakan bahwa selama ini dalam hukum di Indonesia, tidak mengenal adanya referendum.

            Menurut konvensi Internasional yaitu konvensi tentang hak politik, hak sipil dan hak ekonomi sosial budaya, itu dikatakan, sebuah negara yang berkuasa secara khas atas wilayah, dan boleh melakukan langkah – langkah apapun, termasuk langkah militer untuk mempertahankan wilayahnya.

            Konvensi tersebut telah di deklarasikan pada tahun 2006 dengan undang – undang nomor 12 dengan ratifikasi yang ditandatangani oleh Presiden ke – 6 Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).

            Tentu benar adanya jika Mahfud MD mengatakan bahwa referendum adalah hal yang mustahil bila ditinjau dari segi hukum nasional maupun internasional.

            Dalam undang – undang International Convenant on Civil and Political Rights (ICCPR) Pasal 1 memang tertulis bahwa setiap negara berhak memutuskan sendiri kedaulatannya.

            Namun, pemerintah Indonesia telah menyatakan Undang – undang tersebut dengan deklarasi bahwa semua wilayah yang telah dikuasai secara sah, tidak boleh memisahkan diri dari Indonesia tak terkecuali Papua.

            Pemerintah juga berhak melakukan tindakan keamanan untuk mempertahankan wilayahnya. Untuk itu, Mahfud MD juga meminta sejumlah oknnum untuk menghentikan usulan referendum Papua.

            Tak hanya pemerintah yang menolak adanya tuntutan referendum, bahkan sebagian besar masyarakat Papua juga menolak adanya referendum, hal ini tentu menjadi alasan yang kuat bagi Pemerintah Indonesia untuk tetap menjaga sebutan “dari sabang sampai merauke” yang kerap diucapkan Bung Karno ketika berpidato.

            Pada kesempatan berbeda, Aliansi Masyarakat Indonesia Timur menggelar aksi di depan istana Merdeka. Mereka mengecam adanya sekelompok pemuda yang meminta Papua merdeka.

            Dalam aksinya mereka kompak membawa bendera Merah Putih seraya menegaskan bahwa NKRI adalah harga mati. Mereka berkomitmen menolak referendum dari pihak – pihak yang selama ini menggelar aksi pro – Papua Merdeka. Sekitar 150 personel polisi diturunkan untuk menjaga aksi tersebut.

            Koordinator Aksi, Sudiono menegaskan bahwa Papua adalah bagian dari NKRI. ia juga mengatakan bahwa dalam aksi tersebut dirinya tidak mendapatkan tekanan dari pihak manapun, aksi tersebut murni kesadaran diri sebagai bagian dari anak bangsa.

            Selain itu ia juga meminta agar para penegak hukum memproses pelaku rasialisme di Surabaya dan Malang yang menimpa Mahasiswa asal Papua. Pasalnya, akibat dari insiden tersebut, Papua dan Papua Barat sempat memanas.

            Referendum tentu menjadi sesuatu yang mustahil untuk Papua, apalagi pemerintah, tokoh masyarakat hingga sebagian besar masyarakat Papua sendiri secara sadar telah menolak referendum dan tetap ingin menjadikan Papua sebagai bagian integral dari NKRI.

)* Penulis adalah mahasiswa Papua tinggal di Yogyakarta

Show More

Related Articles

Back to top button

Adblock Detected

Kami juga tidak suka iklan, kami hanya menampilkan iklan yang tidak menggangu. Terimakasih