Tak Habis Pikir, Pemindahan Makam Karena Beda Pilihan Politik!
Oleh : Gani Permata )*
Pemungutan suara Pemilu Serentak 2019 masih akan berlangsung tiga bulan lagi. Namun, tensi politik di berbagai daerah telah memanas, dan efeknya terasa hingga ke masyarakat di tingkat desa. Hal ini tercermin pada peristiwa pembongkaran dan pemindahan dua makam di Provinsi Gorontalo tepatnya di Desa Toto Selatan, Kabupaten Bone Bolango, akibat berbeda pilihan pada pemilihan legislatif mendatang.
Kedua makam yang dipindahkan adalah makam almarhum Masri Dunggio, yang sudah dimakamkan sejak 26 tahun lalu, dan almarhumah Siti Aisya Hamzah, yang baru satu tahun dimakamkan di halaman belakang milik warga bernama Awano Hasan.
Pemindahan makam dipicu oleh ajakan Awano kepada keluarga Abdul Salam Pomontolo untuk memilih calon legislatif sesuai arahannya. Tetapi Abdul Salam beserta keluarganya menolak dengan alasan sudah punya pilihan.
“Pemicunya itu bahasa ‘kalau kamu tidak pilih, ada yang mati tidak bisa dikuburkan di sini. Itu kuburan Masri harus dipindah’. Padahal yang punya lahan kubur masih sepupu dengan almarhum,” kata Abdul Salam.
Belakangan diketahui jika pemilik tanah merupakan kakak ipar Caleg DPRD Bone Bolango yang diusung Partai NasDem, yaitu Iriani Manoarfa. Iriani yang tidak mengetahui permasalahan tersebut menyesalkan namanya dikaitkan dengan kasus pemindahan makam.
“Saya sangat dirugikan. Saya tidak ada sangkut pautnya dengan kasus kemarin, kaget juga melihat berita di berbagai media. Saya tidak tahu sama sekali,” ucap Iriani.
Partai NasDem turut menegaskan bahwa pihaknya tidak terkait dengan pemindahan dua makam yang terjadi di Desa Toto. Ketua DPW Partai NasDem, Hamim Pou mengaku prihatin atas kejadian tersebut. Namun, pemberitaan yang viral di media seolah menyudutkan partai NasDem. Ia mengatakan partainya akan mempertimbangkan untuk mengambil langkah hukum atas fitnah yang terjadi.
“Catat bila ada yang menyebut dan mengait-ngaitkan masalah keluarga ini dengan partai NasDem kami akan proses secara hukum. Hari ini kami tidak menyebut nama tapi kami telah menyusuri. Mari kita lakukan politik yang santun, cerdas, berbudaya, beradab serta bermartabat,” harap Hamim.
Perbedaan pilihan yang memicu pemindahan makam ini sudah pernah dimediasi oleh aparat desa dan kepolisian. Kepala Desa Toto Selatan, Taufik Baladraf menyatakan permasalahan muncul sekitar Desember 2018 dan pihak keluarga yang bersengketa atau bermasalah telah diundang untuk mediasi. Karena tidak ada titik temu, akhirnya pembongkaran dan pemindahan makam tetap dilakukan.
Peristiwa yang terjadi di Gorontalo ini kembali mengingatkan kita pada apa yang terjadi di Pilkada DKI 2017, dimana pihak yang tidak memilih gubernur seiman diancam tidak diurus atau dimakamkan jenazahnya. Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat belum dewasa dalam menyikapi perbedaan politik. Meski terkadang, ketidakdewasaan politik juga ditunjukkan oleh perilaku eilte yang kemudian ditiru oleh masyarakat awam. Oleh sebab itu, masyarakat selalu diminta untuk bijaksana dalam menyikapi setiap masalah atau informasi.
Pemilu Serentak 2019 seharusnya menjadi ajang demokrasi yang bersih dan sehat dalam rangka memilih wakil rakyat dan pemimpin negara. Meskipun berbeda pilihan politik, jangan sampai pendukung masing-masing kubu saling menjatuhkan hingga merusak hubungan kekerabatan dan kekeluargaan. Perbedaan dan kebhinekaan harus tetap dijaga, karena hal itulah yang mempersatukan Indonesia.
)* Penulis adalah Mahasiswa Universitas Persada Indonesia