Terorisme dan Internet
Oleh: Ardian Wiwaha )*
Seiring dengan perkembangan teknologi yang semakin memudahkan penyebaran paham radikal dan ekstrimis, membuat permasalahan terorisme di Indonesia maupun seluruh dunia sudah memasuki tahapan yang cukup rumit.
Ibaratkan sebuah permainan, aktifitas dan kegiatan terorisme saat ini telah memasuki level akut, sehingga membutuhkan sebuah keseriusan dalam penanganan dan pencegahan perkembangan paham terorisme di publik.
Eksistensi Internet
Internet merupakan singkatan dan interconection-networking merupakan seluruh jaringan komputer yang saling terhubung menggunakan standar system global transmission control protocol/internet prortocol suite (TCP/IP) sebagai protokol pertukuran paket untuk melayanani miliaran penggunanya di seluruh dunia.
Pada awalnya penciptaan internet dibentuk oleh Departemen Pertahanan Amerika Serikat sekitar tahun 1969 yang bertujuan untuk keperluan militer. Melalui proyek ARPA atau yang dikenal dengan ARPANET (advanced Research Project Agency Network) diharapakan dapat menghubungkan komunikasi antar subjek ke subjek dalam jarak yang tidak terhingga melalui sebuah saluran telepon.
Tak ayal apabila sejak ditemukannya internet hingga saat ini, perubahan demi perubahan telah berlangsung menghimpun banyak pengguna internet dan mewujudkan internet sebagai budaya sekaligus memberi pengaruh besar terhadap ilmu dan pandangan dunia. Meskipun terkadang berbagai kebimbangan masyarakat tentang internet acapkali sering berpuncak pada beberapa kontroversi didalamnya.
Pengertian Terorisme
Secara umum, Teorisme diartikan sebagai serangan-serangan terkoordinasi yang bertujuan membangkitkan perasaan teror terhadap sekelompok masyarakat. Berbeda dengan perang, aksi terorisme acapkali tidak tunduk pada tata cara peperangan.
Para pelaku teroris umumnya menyebut diri mereka sebagai separatis, pejuang kebebasna, militan, mujahidin, dan lain-lain. Namun dalam pembenaran dimata seorang teroris, makna sebenarnya dari jihad, mujahidin adalah jauh dari tindakan terorisme yang menyerang penduduk sipil.
Selain dilakukan oleh individu, terorisme juga bisa dilakukan oleh negara. Seperti yang dikemukakan salah satu professor lingustik dari Institut Teknologi Massachussets Noam Chomsky yang menyebut bahwa Amerika Serikat merupakan salah satu bagian dari hal tersebut. Hal ini digambarkan dari hasil pelibutan media yang menunjukan bahwa Amerika Serikat sering kali melakukan tindakan terorisme yang mengerikan lantaran melanggar konvensi hukum perdamaian yang telah disepakati bersama.
Sejauh ini belum ada batasan baku untuk mendefinisikan apa yang dimaksud dengan terorisme. Namun yang pasti, melalui European Convention on The Supression of Terrorism (ECST) tahun 1977 di Eropa, makna Terorisme mengalami suatu pergeseran dan perluasan paradigma, yaitu sebagai suatu perbuatan yang semula dikategorikan sebagai Crimes against State (termasuk pembunuhan dan percobaan pembunuhan Kepala Negara atau anggota keluarganya), menjadi Crimes against Humanity, di mana yang menjadi korban adalah masyarakat sipil
Terorisme dan Internet
Masifnya perkembangan teknologi internet disatu sisi telah memberikan kemajuan yang signifikan diberbagai macam aspek. Namun disisi lain, internet juga dapat memberikan dampak buruk bagi perkembangan peradaban umat manusia.
Sudah menjadi teori umum apabila sesuatu yang bermanfaat diawali dari niat dan siapa yang menjadi penggunanya. Demikian halnya dengan internet, diibaratkan sebuah mata pisau, internet adalah objek yang pada dasarnya dapat digunakan untuk keperluan positif, namun disisi lain juga dapat digunakan sebagia alat pembunuh.
Sama halnya dengan kehadirian internet dewasa ini di tangan kelompok radikalisme dan terorisme. Di tangan kelompok radikal dan ekstrimis, internet merupakan media yang paling berguna bagi mereka untuk melakukan propaganda, pencitraan, penggalangan, atau bahkan dapat digunakan sebagai sarana untuk membentuk jaringan dan rekrutmen anggota baru.
Internet memiliki perangan yang sangat signifikan bagi peningkatan gerakan kelompok radikal di dunia, salah satu pendapat dari tokoh Gary R Bunt yang menganggap bahwa globalisasi merupakan salah satu bidang yang telah membidani lahirnya terorisme di dunia. Gambaran tersebut dilanjutkan dengan beberapa fakta yang menggambarkan keberadaan internet yang memfasilitasi kegiatan terorisme, seperti: ditemukannya website-website yang berisikan kounter propaganda kelompok teroris hingga hilangnya salah satu remaja Korea Selatan yang bernama Kim pada Januari 2015, yang diduga telah bergabung dengan ISIS lantaran fakta serangkaian pesan di akun twitternya Kim yang berisikan tentang permintaan terhadap bantuan untuk bergabung dalam kelompok yang menamakan dirinya sebagai mujahid.
Dalam spektrum yang lebih luas, penggunaan internet oleh kelompok terorisme dinilai sebagai katalisator yang merupakan suatu pola, modus, dan strategi baru yang menggejala secara global. Hal ini berkaca dari tindakan dan perlikau kelompok terorisme yang dewasa ini tidak lagi bergerakan secara perseorangan tetapi melalui jejaring media yang terhubung secara global.
Sebagaimana pendapat salah satu sosiolog, Manuel Castells yang mengatakan bahwa hubungan antara terorime dan media dapat dilihat dari dua tujuan inti terorisme, yakni teror yang diarahkan untuk menyentuh kesadaran dan politik media yang digunakan sebagai upaya pembentukan terhadap opini publik.
)* Penulis adalah Mahasiswa FISIP Universitas Indonesia