Tokoh Agama Mendukung Papua Maju dan Damai
Oleh: Evita Rahayu )*
Sejumlah tokoh agama asal Papua menemui Kepala Kantor Staf Kepresidenan Moeldoko di Jakarta, Rabu (16/12/2020). Kedatangan mereka ialah untuk membahas keinginan masyarakat Papua akan perdamaian abadi di wilayah tempat tinggal mereka. Moeldoko menyambut baik pertemuan ini. Ia menyebut akan menampung aspirasi para tokoh dan melaporkannya ke Presiden Joko Widodo.
“Papua adalah anak negeri, saudara sendiri. Papua bisa sempurnakan Indonesia, maka perlu dialog dan konsolidasi untuk menyelesaikan masalah Papua. Tidak ada yang tidak bisa, saya catat dan akan saya laporkan ke Presiden,” kata Moeldoko sebagaimana dilansir dari Antara.
Dalam pertemuan tersebut, Moeldoko menyampaikan betapa pemerintah, baik era Jokowi maupun sebelumnya, benar-benar memikirkan rakyat Papua.
Namun, khusus pada kepemimpinan Jokowi, pemerintah tidak ingin melakukan banyak intervensi. Pemerintah justru berharap Papua dibangun atas suara dari rakyat Papua sendiri. Moeldoko mengapresiasi kehadiran para tokoh agama asal Papua. Ia menilai hal ini sebagai langkah positif bagi kesejahteraan Papua.
“Segala persoalan akan kami dengarkan. Begitu ada persoalan serius, langsung saya sampaikan ke Presiden sebagai bahan untuk mengeluarkan kebijakan,” kata Moeldoko.
Sementara, salah satu tokoh agama yang hadir pada audiensi ini yakni Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Papua, Saiful Islam Al-Payage mengatakan, kehadiran dirinya dan tokoh agama lain adalah untuk mencari solusi bersama atas permasalahan di Papua.
Saiful menyebut, rakyat Papua menginginkan pembangunan, tetapi perlu adanya kepastian keamanan. Ia pun berharap Jokowi dapat menyelesaikan persoalan Papua.
“Sehingga harus dipastikan perdamaian abadi di tanah Papua untuk selama-lamanya. Mudah-mudahan Pak Jokowi bisa menyelesaikan persoalan yang ada,” kata Saiful.
Tokoh agama lain yang juga hadir, Uskup Leo Laba Ladjar, menyebut bahwa persoalan Papua tidak bisa diselesaikan dengan senjata. Untuk itu, kata Leo, harus ada langkah konkret dari pemerintah daerah terkait hal ini.
Beberapa tokoh lainnya yang hadir menyuarakan tentang pendekatan dialog, agama, hingga sosial budaya untuk menyelesaikan masalah Papua. Selain tokoh agama, audiensi ini juga dihadiri perwakilan pemerintah Provinsi Papua, perwakilan Universitas Cendrawasih, hingga tokoh masyarakat adat.
Sementara itu, Wakil Presiden Ma’ruf Amin memimpin rapat pertama Dewan Pengarah Tim Terpadu Percepatan Pembangunan Kesejahteraan Papua dan Papua Barat, di Istana Wapres, Jakarta, Rabu (16/12/2020) siang. Ma’ruf mengatakan, pemerintah menaruh perhatian besar terhadap pembangunan kesejahteraan di Papua dengan ditetapkannya Instruksi Presiden 9 tahun 2020 tentang Percepatan Pembangunan Kesejahteraan di Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat. Kemudian, Keputusan Presiden 20 tahun 2020 tentang Tim Koordinasi Terpadu Percepatan Pembangunan Kesejahteraan di Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat.
“Papua menjadi perhatian besar Pemerintah,” ujar Ma’ruf dalam keterangan tertulis yang diterima Kompas.com, Rabu. Ma’ruf menyadari bahwa masih ada persoalan dan isu krusial di Papua yang harus diselesaikan. Salah satunya, terkait tingkat kemiskinan yang tinggi. “Oleh karena itu kita perlu meletakan perspektif kebijakan Inpres ini dalam semangat dan desain baru untuk Papua, sesuai arahan Presiden pada Ratas Papua tanggal 11 Maret 2020 lalu,” tutur dia.
Dalam rapat tersebut, Ma’ruf menyampaikan arahan Presiden Jokowi, antara lain perlunya semangat, paradigma dan cara kerja baru untuk menghasilkan lompatan kemajuan kesejahteraan bagi rakyat Papua dan Papua Barat. Berkenaan dengan pelaksanaan Inpres tahun 2020, Ma’ruf menekankan soal pendekatan kultural dalam kerangka pembangunan. “Sasaran prioritasnya adalah tujuh wilayah adat,” kata Ma’ruf.
Menurut penulis, saat ini tampaknya dengan meningkatnya perhatian Pemerintah terhadap Papua dan Papua Barat khususnya dengan melalui pemberlakuan Otsus, maka adalah sebuah keniscayaan jika masyarakat Papua harus bangga dan mendukung keberlanjutan Otsus, karena hitungan politis dan ekonomis adalah Papua dan Papua Barat akan lebih sejahtera terus bersama Indonesia dibandingkan mendengarkan ocehan kelompok separatis Papua yang sebenarnya dalam jangka panjang ingin menyengsarakan Papua. Masyarakat Papua harus belajar sejarah dengan Timtim dengan melihat kondisinya saat ini pasca “bercerai” dengan Indonesia.
*) Penulis adalah pemerhati masalah Papua.