Tolak Isu Rasialisme, Papua Bagian Integral NKRI
Oleh : Edward Krey )*
Kerusuhan akibat tindakan rasisme terhadap Mahasiswa Papua di Surabaya ternyata berdampak negatif terhadap keamanan di Papua secara umum. Sekelompok massa yang awalnya berjalan damai berakhir dengan kericuhan hingga pembakaran gedung DPRD.
Selain dampak dari video yang viral di sosial media, kerusuhan yang terjadi dan meluas tersebut juga diduga merupakan campur tangan dari kelompok bersenjata politik yang tidak senang dengan kemajuan Papua.
Kelompok tersebut merasa cemas karena pemerintah pusat telah melakukan pembangunan infrastruktur untuk memajukan wilayah Indonesia Timur khususnya Papua.
Ribuan massa turun ke jalan dalam kerusuhan tersebut, berdasarkan video amatir yang beredar, tampak bendera Organisasi Papua Merdeka (OPM) berkibar. Kendaraan yang ada di dalam lingkungan Gedung DPRD juga tak luput dari incaran bulan – bulanan massa yang mengamuk.
Gelombang aksi ribuan massa di Manokwari yang tersinggung dengan pernyataan rasisme oknum warga Surabaya juga terus meluas. Massa memblokade jalan dan melakukan pembakaran sejumlah pertokoan milik pendatang.
Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko menjelaskan bahwa kelompok – kelompok bersenjata tersebut tidak ngin Papua maju, sehingga kerap mengganggu. Mulai dari serangan di Nduga Papua sampai pada kerusuhan yang melanda sejumlah wilayah di Papua Barat.
Alasannya, Moledoko memandang bahwa kelompok tersebut merasa khawatir akan kehilangan pengaruh apabila Papua sudah maju. Dirinya pun menduga bahwa kelompok separatis seperti OPM benar – benar tidak ingin Papua mengalami kemajuan.
Sehingga ketika kasus rasis naik ke permukaan, OPM memanfaatkan kasus tersebut untuk turut serta membuat kerusuhan di sejumlah wilayah di Papua dan Papua Barat. Moeldoko mengatakan bahwa kelompok tersebut memainkan agenda lain di tengah gelombang protes.
Mereka ‘bermain’ dalam situasi tersebut dan mencoba memanfaatkan situasi yang ada untuk dapat mengibarkan bendera bintang kejora. Namun ternyata dengan kesadaran penuh masyarakat tidak terjebak masuk ke dalam skenario mereka.
Mantan Panglima TNI tersebut mengatakan bahwa telah terjadi paradoks dalam pembangunan di Indonesia Bagian Timur utamanya di Bumi Cenderawasih.
Dimana pemerintahan dibawah Jokowi ingin membangun Papua agar masyarakat disana mengalami peningkatan kesejahteraan, namun disisi lain ada pula kelompok baik poros bersenjata maupun poros politik yang merasa terganggu.
Moeldoko mengatakan apabila Papua maju, maka kelompok separatis tersebut tidak memiliki bahan untuk jualan isu di luar negeri.
Ia juga mengatakan bahwa pemerintah Jokowi mulai membangun Papua dan kesejahteraan masyarakat mulai meningkat, pengaruh kelompok bersenjata kepada masyarakat sipil menjadi berkurang.
Tak jauh berbeda dengan kelompok politik, yang mana mereka tak memiliki alasan untuk membawa masalah masyarakat ke luar negeri karena sudah tidak ada masyarakat yang termarjinalkan.
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Wiranto menambahkan, bahwa saat ini kondisi di Papua sudah membaik. Hal tersebut ia sampaikan setelah berkunjung ke Papua bersama panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto dan Kapolri Jendral (Pol) Tito Karnavian.
Mantan panglima ABRI tersebut menegaskan bahwa Papua dan Papua Barat bukan anak tiri. Dua daerah tersebut setara dengan seluruh daerah lain di Indonesia. Hal tersebut dibuktikan dengan banyaknya dana yang digelontorkan untuk membangun Papua dan Papua Barat.
Sehingga apabila ada yang mengatakan bahwa Papua dan Papua Barat merupakan anak tiri, tentu hal tersebut salah besar, apalagi Pemerintah kali ini cukup memperhatika terhadap pembangunan yang ada di Papua.
Oleh karena itu, Wilayah Papua haruslah dipertahankan dan tetap menjadi bagian dari NKRI. Dari segi Historis dan yuridis sudah tidak ada celah lagi untuk mengungkit-ungkit bahwa Papua adalah bagian yang tak terpisahkan dari NKRI, yang diakui secara de facto dan de jure. Sehingga apapun yang terjadi Papua dan Papua Barat tetaplah menjadi bagian dari NKRI.
)* Penulis adalah mahasiswa Papua, tinggal di Yogyakarta