Toleran LGBT Bukan Berarti Dilegalkan
Oleh: Amaludin*
Fenomena Lesbian, Gay, Biseksual, dan Transgender (LGBT) bukan hal tabu di angkasa bumi ini, melainkan sudah menjadi bagian dari isu politik. Bahkan perbincangan terkait LBGT pernah menjadi sangat serius dalam diskursus politik kita. Jika berkaca pada negara-negara Barat, LGBT bukan sekadar persoalan agama. Namun, sudah menjadi bagian dari komoditas politik. Bahkan, media sudah tidak canggung lagi memberitakan pernikahan sesama jenis.
Namun hal ini berbeda dengan di Indonesia. perjuangan politik LGBT tidak mendapat tempat. Ini dibuktikan dengan keberadaan UU Perkawinan No 1/1974 sebagai dasar perkawinan semua manusia Indonesia, yaitu antara laki-laki dan perempuan. Tentunya, UU tersebut merupakan produk politik di parlemen sehingga tidak ada ruang bagi LGBT untuk eksis. Meski demikian perjuangan LGBT masih terus tumbuh melalui gerakan-gerakan feminisme.
Salah satu penyebab isu LGBT ini juga makin hangat diperbicangkan yaitu karena Ketua Majelis Permusyawaratan rakyat (MPR) Zulkifli Hasan pernah menyinggung undang-undang LGBT dalam sosialisasi pilar kebangsaan di salah satu kampus Jawa Timur. Menurut Zulkifli Hasan terdapat lima fraksi yang menyetujui UU LGBT. Selain itu beberapa waktu lalu media hiburan tanah air sempat dihebohkan dengan seorang penyanyi yang kabarnya merupakan transgender, Lucinta Luna.
Keberadaan lucinta luna sebagai publik figur yang transgender sangat dapat mempengaruhi kesehatan psikologi masyarakat. Berbicara perjuangan politik LGBT publik figur yang juga transgender ini baru saja mendeklarasikan dukungannya untuk pasang capres dan cawapres nomor urut 2 Prabowo-Sandi. Dukungan ini pasti akan meningkatkan dukungan pelaku LGBT lainnya kepada Prabowo-Sandi. Nantinya jika mereka terpilih maka sudah pasti pemerintahan tersebut akan melegalkan adanya LGBT di Indonesia sebagai bentuk apresiasi atas dukungan kaum LGBT.
Hal ini akan sangat bertentangan dengan komitmen pemerintahan sekarang yang menolak LGBT dengan menyatakan bahwa “tidak ada ruang” untuk gerakan LGBT di Indonesia pada pertemuan PBB. Sebagai negara tantangan bagi perpolitikan Indonesia untuk memposisikan diri sebagai otoritas tunggal bagi LGBT. Perjuangan politik LGBT harus direspon nyata dengan pembentukan legislasi sebagai benteng mempertahankan norma dan kultur Indonesia yang sangat tidak sesuai dengan LGBT. Jika nantinya LGBT dilegalkan di Indonesia maka akan menjadi kemungkinan bagi penyimpangan-penyimpangan sosial lainnya terjadi di Indonesia.
Menyikapi LGBT penolakan menjadi hak suatu negara. Karena diakui atau tidak, keberadaan LGBT dianggap sebagai penyakit sosial yang harus dibasmi hingga akar-akarnya. LGBT tidak sesuai dengan norma yang ada di Indonesia. Indonesia harus tetap menjadi negara yang penuh toleransi terhadap sesama. Tidak ada diskriminasi untuk minoritas, baik yang terkait dengan etnis, dengan agama semuanya akan diberikan perlindungan.
Kendati sebagai suatu penyakit perlakuan terhadap pelaku LGBT tidak boleh didiskriminasi. Pelaku LGBT sebagai seorang manusia harus tetap dilindungi. Perlakuan terhadap pelaku LGBT harus tetap memanusiakan manusia sesuai dengan HAM yang berlaku. Tetap sebagai suatu penyakit, pelaku LGBT harus disembuhkan. Kita harus menyadari dan tetap memperlakukan pelaku LGBT tanpa penindasan dan diskriminasi. Namun LGBT yang tidak sesuai dengan norma yang ada tetap tidak untuk dilegalkan di Indonesia
*) Pemerhati politik UIN Sunan Kalijaga.