TWK Pegawai KPK Tidak Perlu Menjadi Polemik
Oleh : Faldiaz Ceasar )*
Ketika seluruh pegawai KPK mengerjakan Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) , sebenarnya tak perlu menjadi polemik. Sebab tes ini sebenarnya mudah, dan menguji apakah seseorang mencintai Indonesia dan tidak terlibat pada organisasi terlarang. KPK adalah lembaga negara, oleh karena itu ketika semua pegawainya akan diangkat jadi pegawai negeri, harus melakukan tes wawasan kebangsaan seperti CPNS lain.
Tes wawasan kebangsaan sempat menjadi heboh, karena semua pegawai KPK harus melakukannya, sebelum diangkat jadi ASN. Mungkin publik mengira bahwa alih status ini akan terjadi secara otomatis, namun tidak bisa seperti itu. Jika ingin jadi pegawai negeri, tentu harus sesuai dengan aturan yang berlaku, yakni melalui tes wawasan kebangsaan. Tujuannya agar hasilnya fair.
Profesor Nurhasan, Guru Besar UGM menyatakan bahwa tes wawasan kebangsaan seharusnya tidak usah jadi polemik. Penyebabnya karena masalah ini sudah selesai dan hasilnya, 94% pegawai KPK lolos. Setelah ini, maka akan diproses dan tinggal distribusi untuk menangani berbagai sub kewenangan KPK. Baik di bidang pencegahan maupun penegakan hukum represif, agar kinerjanya tidak terganggu.
Dalam artian, saat ini KPK memang berfokus pada penyebaran pegawainya. Jika sebelumnya mendapat jabatan tinggi, maka akan ditempatkan di ASN minimal golongan 4A, dan jangan sampai hanya 3A karena tidak sesuai. Pengaturan ini butuh konsentrasi karena ada pemilahan berdasarkan masa kerja dan tingkat pendidikan, sehingga publik tidak usah mericuhinya.
Jika banyak sekali pegawai KPK yang lolos TWK, maka dugaan bahwa ada penjegalan pada pegawai KPK tertentu salah besar. Karena faktanya, lebih dari 75% pegawai bisa mengerjakan tes wawasan kebangsaan. Berarti materi tes memang mudah mereka pahami dan tidak mengada-ada, dan bukan bermaksud untuk menggembosi KPK dari dalam.
Profesor Nurhasan melanjutkan, permasalahan tentang tes wawasan kebangsaan memang tak usah diperpanjang lagi, karena 75 pegawai KPK yang tak lolos tes itu tidak dipecat atau dipaksa untuk pensiun dini. Presiden Jokowi sendiri yang menjaminnya, agar nasib mereka aman. Sehingga akan tercipta keadilan bagi semua.
Ketika mereka tak lolos tes maka sebagai syarat jika ingin diangkat jadi pegawai negeri, harus menjalani pendidikan dan pelatihan untuk menambah wawasan kebangsaan. Di sana mereka akan mendapat materi tentang pancasila dan nasionalisme, sehingga lebih mencintai negaranya sampai titik darah penghabisan.
Diklat ini juga dimaksudkan agar mereka tidak kena rayu oleh organisasi teroris, ekstrimis, atau kelompok terlarang. Mereka juga tak akan mau saat dibujuk oleh kelompok sayap kiri yang sosialis. Penyebabnya karena sudah teguh hati dan mencintai NKRI, serta sadar bahwa organisasi-organisasi tersebut amat berbahaya.
Dengan jalan tengah ini, maka tidak ada keanehan saat proses peralihan status pegawai KPK menjadi ASN. Karena proses ini juga sudah memiliki payung hukum, yakni UU KPK. Jadi perubahan status mereka adalah amanat negara, bukan misi dari pribadi tertentu atau pejabat tinggi negara, untuk menyingkirkan penyidik senior yang mereka musuhi.
Dalam UU KPK juga disebutkan bahwa walau pegawainya jadi ASN, mereka masih boleh melakukan operasi tangkap tangan. Sehingga perubahan ini dijamin tak akan membuat kinerja mereka jadi melempem.
Peralihan status juga sudah mendapatkan restu dari Presiden, dan bukanlah usulan dari Ketua KPK. Juga mendapatkan izin dari Dewan Pengawas KPK. Sehingga semua melalui jalur yang resmi, bukan karena dendam pribadi.
Tes wawasan kebangsaan yang dilakukan oleh pegawai KPK seharusnya tidak usah dibahas lagi, karena ujiannya sudah berlalu. Prosesi ujian dan pengangkatan juga sudah sesuai dengan UU KPK. Sebagai warga sipil, kita wajib mendukung kinerja KPK, bukan mencelanya.
)* Penulis adalah kontributor Pertiwi Institute