Undang-undang Cipta Kerja Meningkatkan Pendapatan Masyarakat
Oleh : Abdul Karim )*
Pendapatan masyarakat sangat erat kaitannya dengan kesejahteraan. Disusunnya undang-undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja dinilai dapat memberikan manfaat besar bagi masyarakat. Karena isi dari UU Cipta Kerja tersebut memiliki semangat untuk menyejahterakan rakyat Indonesia.
Kesejahteraan bisa diartikan bahwa masyarakat bisa memiliki pendapatan yang layak. UU Cipta kerja dirancang untuk mencapai hal tersebut.
Tentu saja untuk meningkatkan pendapatan masyarakat, tentu saja ada beragam faktor yang dibutuhkan, seperti investasi, perijinan pendirian usaha hingga jaminan hak-hak pekerja.
Oleh karena itu, dibutuhkanlah regulasi untuk mengatur hal tersebut, sehingga diharapkan peningkatan pendapatan akan terealisasi secara menyeluruh.
Salah satunya investasi, kehadiran investasi ini menjadi penting karena investasi mampu menyerap banyak tenaga kerja sehingga, mampu mengurangi jumlah pengangguran. Investasi juga menjadi faktor utama yang membuat faktor produksi lain menjadi produktif.
Merujuk data dari Bank Indonesia menunjukkan bahwa dana pihak ketiga di perbankan Indonesia mencapai Rp 6.300 triliun. Sehingga muncul pertanyaan, mengapa orang Indonesia lebih memilih menyimpan uangnya di bank daripada menginvestasikannya di sektor produktif.
Ternyata, alasannya tidak hanya didorong oleh faktor ekonomi semata. Bisa juga dipengaruhi oleh faktor nonekonomi. Seperti regulasi yang ada, izin yang berbelit-belit dan proses investasi yang tidak efisien dan lama ini mempengaruhi calon investor untuk enggan berinvestasi serta memilih menyimpan uangnya di bank.
Hal inilah yang menjadikan bahwa UU Cipta Kerja menjadi penting, di mana regulasi tersebut dapat mendukung kemudahan serta penyederhanaan perizinan usaha.
Ketika izin usaha semakin mudah, bukan tidak mungkin akan lebih banyak masyarakat yang bersemangat untuk mendirikan usaha.
Ajib Hamdani selaku Ketua Bidang Keuangan dan Perbankan BPP Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) mengatakan RPP Cipta Kerja ini menunjukkan komitmen pemerintah untuk memberikan kemudahan-kemudahan dalam iklim berusaha di daerah-daerah.
Dalam pasal 5 RPP tersebut disebutkan bahwa kemudaha perizinan yang dilakukan di daerah guna meningkatkan ekosistem investasi dan kegiatan usaha.
Selanjutnya di pasal 31 tertulis bahwa para pelaku usaha atau UMKM dapat melakukan pendaftaran secara online untuk mengantongi izin dalam mendapatkan Nomor Induk Berusaha (NIB).
Kemudahan ini tentu saja akan berdampak pada meningkatnya pendapatan para pelaku UMKM, di sektor ini pelaku UMKM juga bisa memperluas usahanya sehingga akan menghasilkan multiplier effect di mana tenaga kerja akan terserap dan sektor pendukung seperti jasa kurir mengalami peningkatan pendapatan.
UU Cipta Kerja mampu memberikan regulasi yang sederhana serta efisien.
Sari Pramono selaku Ketua Bidang Ketenagakerjaan, Vokasi, dan Kesehatan Badan Pengurus Pusat (BPP) Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI), mengatakan UU Cipta Kerja akan menciptakan lebih banyak lapangan pekerjaan. Angkatan kerja Indonesia juga akan memiliki pendapatan yang layak.
Dirinya menilai bahwa UU Cipta Kerja dapat menciptakan iklim investasi dan usaha yang kondusif. Khususnya pada industri UMKM, sehingga bisa bersaing di tingkat global.
Pramono mengatakan pengesahan UU Ciptaker dapat menekan masalah dan hambatan bagi industri. Dengan adanya Omnibus Law juga, diharapkan regulasi tersebut dapat menarik minat investasi demi meningkatkan kapasitas industri UMKM nasional.
Dengan adanya kemudahan dalam pengurusan izin usaha, tentu saja diharapkan iklim investasi di Indonesia akan membaik. Serta menarik investor lokal maupun asing untuk menanamkan modalnya di Indonesia. Jika angka investasi meningkat tentu saja lapangan kerja akan semakin terbuka di berbagai sektor, sehingga jumlah pengangguran akan semakin berkurang.
Di sisi lain, UU Cipta kerja memang disusun dengan tujuan untuk mensejahterakan dan membantu para pencari kerja di Indonesia. Terlebih di tengah situasi pandemi di mana ekonomi juga sempat terseok.
Pada kesempatan berbeda, Direktur Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) Agung Pambudhi berharap pemerintah menyelesaikan persoalan investasi dan berusaha melalui aturan turunan UU Cipta Kerja yang tengah disusun.
Oleh karena itu, pemerintah juga harus tegas selaku pemegang otoritas kebijakan dalam memutuskan perizinan dan aturan hukumnya.
Pengusaha tentu sangat mengharapkan pelayanan perizinan jauh lebih memberikan kepastian dari sebelum adanya UU Cipta Kerja.
Adanya kepastian ini tentu saja menjadi daya tarik tersendiri bagi para investor ataupun pengusaha. Pantas saja jika UU Cipta kerja kerap disebut sebagai undang-undang sapu jagad.
Diperkirakan UU Cipta Kerja akan membuka sekitar 46 juta lowongan pekerjaan begitu disahkan. Tentunya dengan susunan Omnibus Law yang sudah dirancang sedemikian rupa, tentunya ini bukanlah hal yang mustahil.
Merujuk catatan BKPM, Indonesia memiliki visi untuk menjadi lima besar negara dengan ekonomi terkuat di dunia, serta memiliki PDB Rp 27 juta per kapita perbulan pada tahun 2045.
Hal ini menunjukkan bahwa UU Cipta Kerja tidak hanya mengatur regulasi, tetapi juga memiliki strategi dalam meningkatkan pendapatan masyarakat.
)* Penulis adalah kontributor Pertiwi institute