UU Cipta Kerja Mereformasi Regulasi Perizinan Usaha
Oleh : Namira Purbananda )*
UU Cipta Kerja menjadi salah satu terobosan Pemerintah untuk meringkas segala bentuk regulasi yang menghambat. Baleid itu juga diyakini sebagai bentuk reformasi perizinan usaha agar perekonomian nasional dapat kembali bergerak.
Prof. Budi Mulyanto selaku Akademisi IPB mengatakan, kehadiran undang-undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (Ciptaker) menjawab persoalan karut marutnya regulasi perizinan berusaha di Indonesia. UU cipta kerja ini akan memberikan kepastian hukum, menciptakan efisiensi regulasi perizinan usaha dan daya saing investasi.
Dirinya mengatakan, Omnibus Law di negara lain telah banyak diterapkan dengan tujuan untuk memperbaiki regulasi di negaranya masing-masing dalam rangka penciptaan lapangan kerja dan meningkatkan iklim serta daya saing investasi.
Menurutnya, ada beberapa akibat yang ditimbulkan dari ketidakpastian hukum dan regulasi. Pertama, banyak terjadi permasalahan agraria seperti sengketa, konflik dan perkara agraria/pertanahan.
Kedua, perkembangan ekonomi nasional menjadi lamban. Ketiga, lapangan kerja sulit dikembangkan, padahal angkatan kerja terus meningkat sehingga banyak pengangguran.
Keempat, Indonesia peringkat 109 di Ease of Doing Bisnis (EODB) terendah di ASEAN (2016). Prof. Budi menerangkan bahwa UU Cipta kerja merupakan solusi dari salah satu permasalahan yang ditekankan oleh penilaian EODB untuk Indonesia, yaitu persoalan perizinan hingga ketidakpastian hukum yang menjadi hambatan bagi pelaku usaha untuk berinvestasi.
Guru Besar Ilmu Tanah IPB ini menambahkan, manfaat UU Cipta Kerja dapat mempermudah, menyederhanakan proses dan meningkatkan produktifitas dalam penyusunan peraturan.
UU Cipta Kerja sebagai strategi reformasi regulasi bertujuan agar penataan dilakukan sekaligus terhadap banyak peraturan perundang-undangan. Tujuannya, tak lain untuk menghindari terjadinya penyimpangan dalam proses perizinan berusaha.
Berdasarkan data dari Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) per 20 Februari 2020, terdapat 8.451 Peraturan pusat dan 15.965 Peraturan Daerah yang menggambarkan kompleksitas regulasi di Indonesia.
Omnibus law juga dipandang sebagai salah satu terobosan yang kreatif dalam menghidupkan sektor perekonomian untuk menciptakan lapangan kerja yang berkualitas guna menyerap tenaga kerja Indonesia. Di mana, angkatan kerja Indonesia setiap tahun hampir mencapai 2,9 juta jiwa. Sementara, jumlah tenaga kerja yang membutuhkan pekerjaan saat ini sudah hampir 15 juta orang.
Solusi konkrit untuk mengurangi jumlah pengangguran tersebut adalah dengan mendatangkan investasi sebanyak-banyaknya dan membuka lapangan kerja seluas-luasnya, dengan begitu, tenaga angkatan kerja yang masih menganggur bisa terserap maksimal.
UU Cipta Kerja ini mempercepat dan mempermudah proses perizinan. Birokrasi yang berbelit-belit juga bisa diatasi dengan adanya regulasi yang terdapat dalam Omnibus Law ini. Tentu saja hal ini sangat membantu pelaku usaha.
Dengan adanya UU Cipta Kerja, pemerintah tidak hanya mendukung pelaku usaha dalam rangka penciptaan lapangan kerja, tetapi juga untuk meingkatkan perlindungan pekerja.
Sari Pramono selaku Ketua Bidang Ketenagakerjaan, Vokasi, dan Kesehatan Badan Pengurus Pusat (BPP) Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI), mengatakan UU Cipta Kerja akan menciptakan lebih banyak lapangan pekerjaan. Angkatan kerja Indonesia juga akan memiliki pendapatan yang layak.
Dirinya menilai bahwa UU Cipta Kerja dapat menciptakan iklim investasi dan usaha yang kondusif. Khususnya pada industri UMKM, sehingga bisa bersaing di tingkat global.
Pramono mengatakan pengesahan UU Ciptaker dapat menekan masalah dan hambatan bagi industri. Dengan adanya Omnibus Law juga, diharapkan regulasi tersebut dapat menarik minat investasi demi meningkatkan kapasitas industri UMKM nasional.
Sebagai pengusaha, pihaknya berharap agar UU Cipta Kerja dapat senantiasa mendorong perekonomian dan investasi melalui penciptaan dan perluasan lapangan kerja. Dinamika perubahan ekonomi global memerlukan respons cepat dan tepat. Tanpa reformasi struktural, pertumbuhan ekonomi akan tetap melambat.
Di luar UU Cipta Kerja, selama ini, pemerintah mengeluarkan beragam kebijakan yang mendukung para pelaku usaha, dalam bentuk KUR dan sebagainya. Hal tersebut bertujuan agar pelaku usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) bisa naik level dan makin optimal.
Sebelumnya, Staf ahli Bidang Regulasi, Penegakan Hukum dan Ketahanan Ekonomi Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Elen Setiadi menjalaskan pentingnya UU Cipta kerja, salah satunya adalah mendorong transformasi ekonomi untuk memacu pertumbuhan ekonomi lebih cepat, sehingga membuat Indonesia bisa keluar dari jebakan middle income trap sehingga Indonesia bisa keluar dari jebakan negara dengan penghasilan menengah.
Penyederhanaan regulasi tentu saja perlu dilakukan agar pengurusan izin tidak perlu melewat banyak “pintu” hanya untuk memulai usahanya.
)* Penulis adalah warganet tinggal di Yogyakarta