Wamenkumham Tegaskan KUHP Baru Mampu Batalkan Perda hingga Hilangkan Aksi Gerebek Sembarangan
Jakarta – Menyorot soal Pasal Perzinahan, Wamenkumham menegaskan bahwa dengan adanya KUHP baru mampu untuk membatalkan Perda hingga akan menghilangkan aksi penggerebekan dan razia yang mungkin saja dilakukan di tempat-tempat tertentu yang diduga menjadi tempat perzinahan.
Wakil Menteri Hukum dan Ham (Wamenkumham), Edward Omar Sharif Hiariej menyatakan bahwa dengan disahkannya Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) baru oleh DPR RI beberapa waktu lalu, hal tersebut secara otomatis akan membatalkan Peraturan Daerah (Perda).
Utamanya mengenai adanya wewenang yang diberikan kepada Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) dalam melakukan razia hingga penggerebekan.
Menyorot soal adanya pasal perzinahan yang sejauh ini masih menimbulkan polemik di masyarakat, pria yang akrab disapa Eddy tersebut menegaskan bahwa pasal dalam KUHP baru itu memiliki sifat delik aduan.
Dengan kata lain, sama sekali tidak bisa sembarang pihak langsung melakukan intervensi begitu saja.
Termasuk keberadaan Perda juga secara otomatis akan langsung berada di bawah KUHP apabila masih ada beberapa hal yang bertentangan, karena level KUHP sendiri adalah UU.
“Kalau KUHP ini menyatakan itu sebagai delik aduan yang absolut, maka tidak boleh ada perda yang bertentangan dengan KUHP yang levelnya UU,” kata Eddy
Sejauh ini, penggerebekan dilakukan di tempat penginapan tertentu yang diduga menjadi sebuah tempat perzinahan dikarenakan adanya Perda, yang mana menempatkan Pasal Perzinahan sebagai delik biasa.
Eddy kembali menegaskan, apabila merujuk pada KUHP baru, maka secara otomatis tidak akan terjadi lagi aksi penggerebekan, razia hingga sweeping.
“Artinya, kalau merujuk pada KUHP, pasti tidak ada penggerebekan, razia, sweeping,” imbuhnya.
Justru sejauh ini dengan adanya pasal dalam KUHP baru yang bersifat delik aduan ini, menurut Wamenkumham adalah sebuah jalan tengah karena mampu mengakomodasi berbagai kepentingan.
Pasalnya memang polemik terjadi terkait pasal perzinahan tersebut, beberapa pihak menganggap itu adalah ranah privat warga negara, pihak lain mengaku bahwa justru sangat penting untuk adanya aturan tegas supaya menghindarkan dari perilaku asusila.
“Jadi ini win win solution yang mencoba untuk mengakomodasi berbagai kepentingan,” ujar Eddy.