Sendi Bangsa

Waspada! Ada Penumpang Gelap Bermain di Isu Pandemi Covid-19


Oleh: Yoga Utama (Blogger/Mahasiswa Sosial Politik Universitas Airlangga)

Narasi provokatif baik di media sosial maupun di dunia nyata yang dilakukan oleh segelintir oknum di masa pandemi tidak diragukan merupakan tindakan tuna-moral. Bagaimana tidak? Ketika seluruh bangsa tengah dicekam kecemasan akibat penularan wabah Covid-19 yang sulit diatasi, belum lagi dampak lanjutan seperti lesunya ekonomi, sejumlah orang justru memanfaatkannya untuk tujuan-tujuan pragmatis. Apa pun motif dan latar belakangnya, kelompok penyebar provokasi itu layak disebut sebagai penumpang gelap isu Corona.

Dengan melihat perkembangan di media sosial dan realitas di lapangan, para penumpang gelap isu Corona ini dapat diidentifikasi ke dalam sedikitnya dua tipe. Tipe pertama ialah mereka yang menjadikan isu Corona sebagai ajang mendeskreditkan pemerintah. Kelompok ini berupaya mengeksploitasi wabah Corona demi mendelegitimasi kekuasaan yang sah. Perilaku yang demikian ini umumnya dilakukan oleh kekuatan-kekuatan politik yang selama ini cenderung anti dengan pemerintahan Joko Widodo-Ma’ruf Amin.

Di luar isu Corona pun, kelompok ini sejak awal memang cenderung bersikap anti-pati pada pemerintah. Apa pun kebijakan dan program pemerintah pasti akan dicerca, dicemooh dan dikritik habis-habisan meski tanpa didukung data yang memadai. Tujuan mereka jelas, yakni ingin menggembosi kerja-kerja pemerintah agar masyarakat kehilangan kepercayaan pada negaranya sendiri.

Tipe kedua ialah mereka yang berusaha memanfaatkan kelengahan publik untuk melakukan aksi teror atas nama agama yang menyasar obyek-obyek vital tertentu. Perilaku yang demikian ini tampak dari kelompok teroris yang diketahui mulai bergerak dan menyusun rencana penyerangan di tengah pandemi. Hal ini terkonfirmasi dengan penangkapan sejumlah teroris Jamaah Ansharut Daulah di Batang, Jawa Tengah. Mereka ditangkap karena merencanakan penyerangan terhadap kantor polisi di sejumlah wilayah di Jawa Tengah.

Para penumpang gelap di masa pandemi ini tentu tidak bisa ditoleransi. Mereka harus diberangus, tidak hanya di level permukaan namun harus sampai ke aktor intelektual di baliknya. Para penyebar informasi provokatif baik di media sosial maupun di dunia nyata tentu tidak bekerja untuk mereka sendiri. Dipastikan ada kekuatan dan aktor tertentu di balik aksi-aksi meresahkan itu. Inilah tantangan aparat keamanan untuk mengungkap dalang di balik fenomena provokasi dan teror yang marak belakangan ini.

Meski demikian, memberangus para penumpang gelap isu pandemi Corona harus diakui bukan perkara mudah. Aparat keamanan pun acapkali kewalahan menghadapi bagaimana derasnya gelombang agitasi dan provokasi yang membanjiri media sosial. Nyaris saban hari, para penumpang gelap itu memproduksi dan mendistribusikan berita-berita hoaks tentang Corona dengan tujuan mengacaukan akal sehat publik. Jika tujuan itu tercapai, maka kesempatan untuk menciptakan kekacauan sosial dan teror yang mendelegitimasi pemerintah akan semakin terbuka lebar.

Maka, diperlukan peran aktif masyarakat dalam menangkal jurus-jurus provokasi yang dilancarkan para penumpang gelap tersebut. Di media sosial, para penumpang gelap yang kerap menghasut publik dengan berita bohong tentang Corona dapat dengan mudah diidentifikasi. Mereka umumnya berusaha membingkai fakta tentang Corona dengan narasi atau opini yang mendeskreditkan pemerintah.

Dalam praktiknya, melawan narasi dan opini provokatif dapat kita lakukan dengan menyebarluaskan berita positif yang menggembirakan dan menerbitkan harapan. Kerja keras para tenaga kesehatan patut diapresiasi dan dikabarkan ke semua orang. Upaya serius pemerintah dalam melawan pandemi Corona juga perlu disebarluaskan ke publik.

Intinya, media sosial harus dipenuhi oleh berita-berita positif, alih-alih berita yang provokatif dan potensial memantik kekacauan sosial. Hidup di era pandemi Covid-19 ini memang tidaklah mudah. Di dunia nyata kita dipaksa beradaptasi dengan normalitas baru; tidak keluar rumah, tidak bertemu orang lain, tidak berkumpul dengan sejawat, dan normalitas baru lainnya. Semua itu dilakukan demi mengalahkan organisme super-kecil yang memiliki daya bunuh luar biasa. Sedangkan di media sosial, kita berhadapan dengan gelombang narasi dan opini bernuansa provokatif yang menggerus daya tahan tubuh sekaligus akal sehat kita.

Show More

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Back to top button

Adblock Detected

Kami juga tidak suka iklan, kami hanya menampilkan iklan yang tidak menggangu. Terimakasih