Waspada Cuci Otak Kelompok Radikalisme Manfaatkan Isu Pandemi Covid-19
Oleh: Ihsan Maulana (Ketua Gerakan Literasi Terbit Regional Banten)
Dampak dari penyebaran Virus Corona sudah dirasakan banyak masyarakat Indonesia. Faktor ekonomi dan kesehatan menjadi prioritas utama yang diantisipasi pemerintah saat ini dan sudah berbagai macam cara dilakukan untuk mencegah penyebaran virus tersebut dari tes yang masif, perawatan dan pengobatan, penerapan pembatasan sosial berskala besar (PSBB), sampai pemberian bantuan sosial kepada masyarakat.
Tidak hanya pemerintah, sejumlah yayasan dan komunitas juga telah berupaya membantu dalam penanganan Covid-19. Berbagai sumbangan dan bantuan sosial juga telah didistribusikan kepada warga yang terdampak Covid-19. Masyarakat juga dinilai telah bahu membahu dan saling membantu antar sesama untuk menekan penyebaran Virus Corona serta memberikan support kepada mereka yang telah terpapar Covid-19.
Namun, dari banyaknya upaya pemerintah dan kelompok masyarakat, masih ada saja okunum kelompok atau individu yang tidak menyukainya, bahkan dibesar-besarkan di media sosial atas kekurangan sekecil apapun terkait penanganan nya. Mereka terus menerus menyalahkan pemerintah dan merasa paling mengerti tentang pencegahan dan penanggulangan wabah virus Corona. Padahal di negara manapun, wabah ini sangat sulit ditanggulangi, bahkan negara semaju Amerika saja sudah mencapai lebih dari 1,3 juta kasus.
Adanya pandemi ini menjadi peluang bagi kelompok-kelompok kepentingan tersebut, terutama kelompok radikal yang terus menyebarkan pengaruhnya agar masyarakat antipati terhadap pemerintah, termasuk Presiden Jokowi. Berbagai macam kebijakan pemerintah terus dicari kesalahannya kemudian dinarasikan seolah pemerintah tidak peduli dengan rakyatnya. Cara tersebut seperti mencuci otak masyarakat agar satu pola pikir dengan kelompok radikal tersebut.
Motif gerakan terorisme adalah motif keagamaan dan balas dendam. Mereka akan terus berjuang sampai sistem khilafah islamiyah berhasil mereka dapatkan. Mereka akan mengatakan penanganan covid ini salah karena negara tidak menganut sistem khilafah. Banyak kebijakan pemerintah yang mereka nilai tidak memihak Islam, seperti tidak boleh jumatan dan tarawih, padahal kebijakan tersebut dilakukan untuk mencegah penyebaran Covid-19.
Berita radikal merupakan salah satu pangsa pasar media saat ini. Ada hal yang dilematis, beberapa media tanpa disadari menjadi partner bagi radikalisme, karena secara tidak langsung, media justru memberikan promosi bagi mereka. Namun bisa juga sebaliknya. Media perlu mengimbangi informasi-informasi yang sifatnya propaganda dari kaum radikal.
Kebijakan WFH dan PSBB membuat masyarakat lebih lama berinteraksi dengan media internet, salah satunya media sosial. Dengan hal ini, kelompok radikal dan ekstrimis memanfaatkan situasi untuk gencar menyuarakan paham-paham dengan lihai dan tanpa terlihat. Tanpa filter yang baik, masyarakat akan sangat mudah terpapar paham yang disebarkan itu.
Oleh sebab itu, masyarakat perlu waspada akan propaganda kelompok tersebut, karena mereka sudah jelas-jelas memanfaatkan momentum pandemi ini untuk menghimpun massa agar bersikap anti-pemerintah yang kemudian dikaitkan dengan ajaran agama untuk tujuan politisnya.
Fakta-fakta tentang pemerintahan diputarbalikkan seakan-akan pemerintah-lah yang salah. Padahal menjadi suatu hal yang normal dengan dinamika kondisi yang tetap bisa diatasi. Pemerintah bukan dewa yang segalanya bisa sesuai dengan rencana dan harapan. Namun, pemerintah bertugas untuk menjaga kestabilan bangsa dan negara, sehingga harus didukung dengan semangat patriotisme. Masyarakat perlu melawan pihak yang ingin menciptakan ketidakstabilan NKRI tercinta.
Atas kondisi tersebut, Presiden Joko Widodo (Jokowi) akan menerbitkan Perpres terkait dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2018 tentang Penanggulangan Terorisme, yang di dalamnya mengatur secara rinci pelibatan TNI dalam menangani terorisme.
Perpres itu nantinya juga mengatur tentang penindakan terhadap kegiatan terorisme, seperti pada pasal 9 naskah rancangan Perpres mengatur jenis-jenis serangan teror yang dapat diatasi TNI. Perpres ini juga tidak menabrak norma hukum peradilan umum, karena jelas diatur dalam pasal 10 naskah rancangan Perpres bahwa hasil penindakan segera diberikan kepada Kepolisian Indonesia untuk diproses hukum.
Oleh karena itu warganet bersama masyarakat harus bersatu dan bekerja bersama mempublikasikan narasi positif dan mendukung Pemerintah melawan paham radikal dan intoleransi yang dapat mengganggu eksistensi kedaulatan bangsa Indonesia di tengah pandemi ini. Tidak hanya itu, masyarakat juga perlu dilibatkan dalam duta literasi agar tumbuh kesadaran saling mengingatkan dan memiliki tanggung jawab untuk melaksanakannya.
Bersama turut sukseskan program pemerintah melalui upaya deradikalisasi dan program lainnya dengan membumikan serta menjalankan Nilai-Nilai Pancasila pada kehidupan sehari-hari. Dimulai dari diri sendiri dan keluarga terdekat. Tekad membela bangsa dan Nusantara akan terus tegak dengan kepedulian kita bersama.