Aksi Demo Mahasiswa Miskin Kajian Rentan Ditunggangi
Oleh : Indah Kumalasari )*
Demonstrasi mahasiswa beberapa hari lalu seringkali dikait-kaitkan dengan gelombang protes mahasiswa tahun 1998. Berbeda dengan mahasiswa senior yang menumbangkan rezim Orde Baru, demonstrasi mahasiswa saat ini atau zaman now dinilai miskin kajian akademik dan hanya bersifat ikut-ikutan. Tidak jarang, demonstrasi tersebut ditunggangi kepentingan asing dan akhirnya berujung ricuh dan menyulitkan masyarakat luas. Mahasiswa tidak boleh lepas tangan.
Kiprah mahasiswa yang populer sebagai pembawa aspirasi rakyat, mungkin terdengar keren. Apalagi, gerakan turun ke jalan, dengan embel-embel keadilan serta solidaritas yang berada dalam genggaman. Bisa juga sebagai panggilan hati saat warga negeri merasa ada di posisi paling kiri, terabai. Mahasiswa dengan segala kekurangan dan kelebihannya bersiap membantu warga, demi aspirasinya yang sampai kepada sang penguasa negara.
Potret demontrasi di negeri akhir-akhir ini kian rumit. Carut marut pro kontra akibat beberapa peraturan yang dinilai “nyleneh” untuk masyarakat mengalami bombardir protes. Mahasiswa membentuk sebuah aliansi, dimana tujuan utama ialah menjadikan pemerintahan lebih sempurna, dalam melaksanakan kewajibannya. Namun, aksi murni semacam ini harus kandas, ketika banyaknya laporan anarkis yang terjadi di saat aksi demo tersebut berlangsung. Sangat disayangkan bukan?
Beberapa waktu lalu, aneka demonstrasi menyikapi RKUHP dan Revisi UU KPK berujung ricuh di depan Gedung DPRD Jawa Barat, wilayah Kota Bandung. Setidaknya terdapat seratusan lebih korban jiwa. Mahasiswa mengalami luka-luka, sesak napas, hingga kelelahan saat bentrok dengan aparat keamanan. Bahkan, enam diantaranya harus mendapatkan perawatan serius. Selebihnya hanya mendapatkan perawatan di kampus Universitas Islam Bandung (Unisba).
Berdasarkan data yang tertulis di papan pengumunan kampus Unisba, sebanyak 105 mahasiswa mendapat perawatan di area aula kampus selepas massa aksi dibubarkan aparat keamanan. Dua diantaranya ditengarai masih berstatus pelajar sekolah menengah kejuruan (SMK). Diketahui fasilitator sebagai pemberi perawatan untuk para mahasiswa ini ialah, Yudi Periandi dari Fakultas Kedokteran Unisba. Namun, ada beberapa elemen yang membantunya, yaitu petugas kesehatan dari Dinkes Kota Bandung.
Rata-rata keluhan yang diderita ialah sesak napas akibat gas air mata, syok, mata pedih serta memar di bagian tubuh. Terdapat satu orang yang mengalami trauma didada sehingga harus mendapatkan penanganan secara instensif. 6 Diantaranya dirujuk ke pelayanan kesehatan akibat tidak tersedianya obat di lapangan.
Wakil Rektor III Unisba, Asep Ramdan, mengakui jika perawatan terhadap para aktivis demo dilakukan secara sukarela. Ia menyatakan jika lembaga pendidikannya sebagai titik evakuasi insidental. Ia menilai pihaknya tidak memilki persiapan khusus. Namun, ada kewajiban memberikan pertolongan pertama, khususnya kepada paea mahasiswanya yang menyelamatkan diri. Akan tetapi, tak sedikit pula proses evakuasi dilakukan kepada mahasiswa yang berasal dari kampus lain. Bahkan, ia menegaskan jika pertolongan ini dilakukan cuma-cuma, tanpa pungutan biaya.
Kampus Unisba sendiri dinilai cukup dekat dengan lokasi demonstrasi, yaitu di Gedung DPRD Jabar. Semenjak hari pertama demonstrasi, banyak mahasiswa yang terluka serta mendapatkan perawatan. Asep menambahkan aksi ini dilakukan sebagai proses penyampaian aspirasi yang dijamin dalam Undang-Undang. Karena melihat apa yang terjadi di lapangan tak sesuai dengan apa yang mereka pahami. Maka hal ini dimaknai sebagai kewajiban intelektual.
Selain itu, Pusat Bantuan Hukum Indonesia (PBHI) Jawa Barat membuka layanan hotline pengaduan. Yakni terhadap mereka yang menjadi korban kekerasan, pelecehan, serta kerugian materiil yang dilakukan aparat keamanan, termasuk yang ditahan aparat dalam Aksi Rakyat Gugat Negara.
Jika ditilik dari sisi aparat keamanan (TNI dan POLRI) tentunya tidak bisa murni disalahkan. Mengingat tugas mereka ialah ikut menjaga keamanan. Saat aneka imbauan dan peringatan tak digubris pelaku demonstran, dan malah mulai merangsek melakukan aksi anarkis, maka tindakan represif-pun dilakukan, sebagai wujud pertahanan diri juga. Hal ini dilakukan jika para demonstran telah dianggap tak mampu dikendalikan pergerakkannya. Bahkan, dikabarkan pula terdapat beberapa oknum aparat yang juga mengalami luka-luka hingga meninggal dunia.
Kemungkinan adanya indikasi pendomplengan pihak ketiga juga tak terelakkan. Mengingat terdapat sejumlah fakta yang terkuak seiring insiden yang terjadi. Bisa saja mahasiswa ini murni membuat orasi sebagai penyampaian aspirasi. Namun dibuat ricuh oleh oknum tak bertanggung jawab. Yang mana menginginkan keadaan menjadi semakin ruwet.
Terlepas dari itu semua, harapan kedepan mahasiswa harus lebih selektif dalam melaksanakan aksi-aksi semacam ini. Jangan sampai menimbulkan aneka tindak anarkis yang merugikan. Disisi lain, haruslah tetap menggandeng aparat keamanan agar tetap dapat menciptakan keamanan serta ketertiban umum. Belum terlambat untuk melakukan remedial atas rapor merah demonstrasi zaman now.
)* Penulis adalah aktivis media sosial