Hilangnya Cinta Antar Umat Beragama
Oleh: Kevin Senna – Mahasiswa
Jakarta,LSISI.ID – Mendekati Bulan Desember, santer pemberitaan perihal Persaudaraan Alumni 212 (PA 212) yang berencana akan menggelar Reuni 212 seperti yang dilakukan pada tahun kemarin. Hal ini sebagaimana yang disampaikan oleh Ketua Persaudaraan Alumni 212 (PA 212), Slamet Ma’arif. Sebagaimana kita ketahui bersama bahwa gerakan Aksi 212 atau dikenal aksi bela Islam 2 Desember merupakan reaksi massa atas ucapan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok ketika itu, karena dianggap menistakan agama.
Pasca kasus tersebut, kepopuleran islam semakin tak terbendung. Kajian demi kajian agama islam mulai mewarnai hampir seluruh media sosial dan beberapa kali menjadi trending di Youtube. Tidak dapat dipungkiri, familiarnya Ustadz Abdul Somad disebabkan viralnya beberapa kajian dan ceramahnya di Youtube. Pada akhirnya, pada fase ini para ulama semakin terkenal dan semakin diminati umat. Ketika islam semakin populer di Instagram dan Youtube, menandakan minat umat islam terhadap perkembangan ilmu-ilmu islam semakin pesat. Tapi, pada fase ini juga mulai muncul sisi negatif. Banyaknya ulama yang populer mengakibatkan banyaknya perbedaan pendapat diantara mereka. Apalagi pendapat tentang politik. Perlu di garis bawahi bahwa tidak salah apabila para ulama ini berbeda pendapat atau berbeda sikap. Namun kebanyakan umat islam belum siap terhadap perbedaan pendapat dari para ulama (ustadz/kiyai/habaib) sehingga menimbulkan gesekan antar umat beragama itu sendiri.
Seharusnya, adanya perbedaan pendapat dari para ulama merupakan bukti dari fleksibilitas islam. Akan tetapi yang terjadi, perbedaan pendapat dikalangan ulama justru dijadikan ajang untuk caci maki dan justifikasi. Perlu kita ingat, kerap kali caci maki dan justifikasi merajalela terhadap ulama yang tidak sependapat dengan ulama panutanya. Padahal agamanya sama, Tuhanya masih sama, Kitabnya masih sama, Nabinya masih sama. Tapi saling mencaci dan merasa seolah-olah ajaran ulama inilah yang benar dan ulama itu yang salah. Sebagai umat beragama kita seharusnya Miris !.
Kita pasti ingat gelombang aksi massa 212 pada tahun lalu bukanlah aksi yang semata-mata tanpa adanya tokoh dibaliknya. Aksi yang merupan pertanda terpecahnya hubungan toleransi antar umat beragama ini memiliki beberapa tokoh besar yang menggerakkannya. Tokoh-tokoh tersebut secara tidak sadar menjadi provokator terpecahnya toleransi antar umat beragama ataupun sesama umat beragama.
Beberapa hari ini, pemberitaan banyak menyorot rencana Kapitra Ampera untuk melaporkan Munarman yang merupakan orang terdekat Habib Rizieq Shihab. Pelaporan yang hendak dilakukan oleh Kapitra Ampera berdasarkan perlakuan buruk yang selama ini dilakukan oleh Munarman selama Kapitra Ampera berada dekat di dalam lingungannya. Munarman sendiri merupakan salah satu garda terdepan FPI dalam aksi 212 tahun lalu dan tindakannya yang sering mendapatkan kecaman oleh tokoh-tokoh tertentu memiliki kemungkinan akan menjadikan permasalahan ditengah perdebatan yang terjadi antara kelompok umat islam saat ini.
Perlu kita ketahui bersama bahwa Munarman sering melakukan tindakan-tindakan yang kurang baik terhadap beberapa tokoh yang tidak memiliki kesepahaman denganya. Hal tersebut membuat banyak dari tokoh-tokoh yang tidak suka dengan pribadi Munarman sehingga mendukung keputusan dari Kapitra Ampera. Kita pasti masih ingat dengan melakukan tindakan tidak terpuji dengan melakukan aksi siram air kepada Guru Besar Sosiologi Universitas Indonesia (UI) Thamrin Amal Tomagola dalam acara dialog di sebuah acara televisi swasta TVOne 3 tahun silam.
Sebagai panglima FPI, tentu suara dari Munarman sangat didengar oleh para anggota FPI mengingat imam besar dari FPI sedang tidak berada di tempat. Gerakan massa FPI akan semakin besar dalam rencana gelaran reuni 212 nantinya. Terlepas dari permasalahan yang sedang dihadapi, reuni 212 ini akan membawa perpecahan baru antar pemeluk agama islam dikarenakan adanya beberapa perbedaan persepsi atas permasalahan yang baru-baru ini sedang hangat diberitakan.
Sebagai umat beragama, sudah seharusnya memprioritaskan kepentingan bersama dan keutuhan serta perdamaian antar pemeluk agama sehingga dapat tercipta kondusfitas dalan Negara Kesatuan Republik Indonesia.