Jangan Mudah Terprovokasi Berita Oleh Kelompok Cyber Army
Oleh : Mochtar Hidayat )*
Baru-baru ini polisi menangkap kelompok Muslim Cyber Army (MCA) yang merupakan sindikat penyebar ujaran kebencian serta berita hoaks. Para pelaku yang tergabung dengan kelompok MCA ini ditangkap di tempat berbeda. Tindakan pelaku dinilai meresahkan warga karena menyebar berita hoax dan memprovokasi, berita dari MCA yang sempat viral seperti, penganiayaan ulama, bangkitnya PKI, konten menghina tokoh agama, negara, maupun masyarakat.
Adanya konten yang semakin hari meresahkan tersebut membuat polisi bertindak cepat dan mengamankan beberapa orang yang mendalangi MCA. Kasus MCA ini bukan yang pertama kali terjadi, sebelumnya ada juga kelompok Saracen yang juga menyebarkan ujaran kebencian di internet.
Tak hanya berhenti dengan menangkap para sindikat MCA, kerja polisi belum tuntas karena masih perlu menyelidiki siapa penyandang dana yang mendukung MCA. Diketahui bahwa MCA ini telah memiliki ratusan ribu pengikut. MCA menjalankan aksinya secara rapi, untuk bisa menjadi aggotanya ada seleksi terlebih dahulu.
Lewat sosial media, para anggota MCA tergabung dalam grup yang menyebarkan konten-konten berisi ujaran kebencian. Untuk tim inti MCA, diduga juga saling berkomunikasi menggunakan aplikasi Zello.
Dalam temuannya polisi mengungkap bahwa cyber army memilki empat grup berbeda, yakni MCA United, The Family MCA, tim sniper MCA, dan Cyber Moeslim Defeat Hoax. Grup terbesarnya yakni MCA United yang memiliki anggota hingga ratusan ribu orang di bawah pengawasan 20 admin. Ada pula grup tertutup dengan anggotanya yang hanya sekitar 100 orang, untuk grup ini lebih spesifik dalam mengatur isu dan menggiring opini publik lewat penyebaran konten-kontennya. Selain grup tersebut, MCA juga memiliki tim sniper yang bertugas untuk mengidentifikasi akun musuh yang nantinya akan diretas.
Dengan ditangkapnya sindikat tersebut, diharapkan konten-konten yang beredar di internet bisa lebih kondusif dan dapat dipertanggungjawabkan. Selain menangkap pelaku di tempat yang berbeda, polisi juga sedang melakukan pengejaran terhadap pelaku yang diduga tengah berada di Korea Selatan.
Tak hanya menyebar konten hoax dan ujaran kebencian, tapi menurut penyelidikan polisi tersangka juga menyebarkan virus yang dapat merusak perangkat elektronik penerimanya. Virus tersebut sengaja dikirim kepada kelompok lawan.
Setelah penangkapan tersebut, salah satu pihak MCA mengaku menyesal dan meminta maaf kepada seluruh masyarakat Indonesia. Dalam hal ini, M Luth mewakili kelompoknya mengungkapkan penyesalannya atas kabar hoax yang mereka sebarkan.
Sementara itu, polisi masih bekerja mendalami kasus ini. Meski kasus ini mirip dengan kasus Saracen, tapi polisi belum menemukan keterkaitan keduanya. Isu yang biasanya disebarkan adalah tentang penganiayaan ulama dan isu komunis.
Konten provoaktif tersebut tentunya meresahkan warga dan dan memicu perpecahan. Karena itulah, Direktur Ditsiber Brigadir Jenderal Polisi Fadil Imran menyampaikan bahwa pihaknya sudah menangkap 6 admin MCA.
Selain pihak berwajib, pakar hukum tata negara yakni Mahfud MD juga angkat suara. Menurutnya pelaku penyebar berita hoax perlu ditindak secara hukum, sudah ada undang-undang yang mengatur pelanggaran tersebut. Selain itu, Nukman Luthfie sebagai pengamat media sosial juga menghimbau kepada para pengguna untuk bersikap bijak. Meski kebebasan dalan berteknologi seperti tak terbendung, tapi sebenarnya setiap orang yang menggunakan teknologi internet bisa dilacak keberadaannya. Luthfie pun menambahkan, memang saat ini kita bisa lebih bebas di dalam berpendapat, tapi hak kebebasan tersebut sebaiknya dilakukan secara bijak. Berpendapatlah dengan santun tanpa adanya ujaran kebencian pada suatu ras, agama atau kelompok tertentu.
Demikian pula dengan MUI yang ikut bersuara dengan adanya kasus MCA. Kehadiran cyber army yang mencarut nama muslim ini sungguh sangat disayangkan. Kehadiran MCA yang menyebar berita hoax tersebut dikhawatirkan akan memicu konflik di tengah masyarakat. Menurut KH. Ma’aruf Amin selaku ketu MUI mengatakan, bahwa melakukan penyebaran berita hoax dapat menimbulkan konflik, apalagi mencatut nama muslim dalam melakukan tindakan-tindakan yang buruk.
Sementara itu, menurur wakil ketua umum MUI, Zainut Tauhid mengatakan, dengan mencatut nama muslim pada organisasinya, MCA telah menodai kesucian ajaran islam. Yang perlu diketahui, Islam tidak membenarkan umatnya untuk membenci, menyebarkan ujaran kebencaran, apalagi menyebarkan berita hoax. Hal tersebut bisa meresahkan masyarakat dan memicu perpecahan umat.
Mengenai kejadian tersebut, sebenarnya pada 2017 lalu MUI sudah mengeluarkan fatwa, yakni fatwa no.24 tahun 2017 mengenai hukum dan pedoman bermuamalah melalui media sosial. Fatwa tersebut mengharamkan setiap muslim yang melakukan ghibah, fitnah, namimah, permusuhan, dan bullying melalui media sosial. Selain itu, menyebarkan informasi bohong juga termasuk sesuatu yang diharamkan.
Dari fatwa tersebut tentunya sudah jelas bahwa kegiatan kelompok MCA bertentangan dengan agama serta melanggar aturan negara. Dengan adanya kasus ini masyarakat dihimbau untuk lebih selektif ketika akan bergabung dalam grup di sosial media.
Ada pula yang mengatakan bahwa sindikat MCA lebih berbahaya dari saracen. Meski tidak terstruktur seperti saracen, tapi MCA memilikianggota yang lebih banyak dan berasal dari berbagai kalangan masyarakat. Ada ratusan ribu member yang dikelola admin. MCA menjaring anggota melalui grup-grup yang tersebar di sosial media. Dalam grup MCA United, misalnya. Grup ini bersifat terbuka sehingga orang-orang yang merasa satu visi dapat bergabung ke dalamnya. Dalam grup tersebut, konten-konten tersebut ditampung dan disebarkan melalui sosial media.
Bahaya berita hoax bukanlah sesuatu yang sepele di era digital sekarang ini. Hal ini juga dituturkan oleh ketua MAFINDO atau kepanjangan dari masyarakat anti fitnah Indonesia, Septiaji Eko Nugroho, mengatakan berita hoax yang tersebar secara masif dapat mengacaukan opini publik.
Berita hoax yang terjadi jelang pilkada tidak menutup kemungkinan ditunggangi oleh kepentingan-kepentingan politik. Seperti halnya yang terjadi pada pemilihan presiden di Amerika Serikat. Itulah sebabnya pihak berwajib perlu mengamankan sindikat-sindikat penyebar hoax yang dapat memperkeruh demokrasi. Sebagai negara yang menjunjung tinggi demokrasi, tentunya berita hoax yang bertujuan untuk menfitnah dan melemahkan kelompok tertentu perlu diperangi.
Selain upaya pemerintah dalam menangkal penyebaran berita hoax. Tentunya sebagai masyarakat Indonesia, kita juga perlu membantu menekan penyebaran berita hoax dengan mengkroscek kembali berita yang diperoleh. Pastikan sumber berita tersebut terpercaya. Jangan mudah melakukan share atas berita yang belum tentu kebenarannya.
Terlebih lagi, bagi para pekerja di media. Sebisa mungkin untuk membuat konten-konten yang mengedukasi masyarakat dan menambah wawasan. Konten hoax yang telah terlanjur beredar perlu diluruskan sehingga masyarakat bisa tahu kebenarannya.
Mari, jadi masyarakat yang lebih kritis terhadap berita-berita yang ada di sosial media kita maupun yang tersebar di internet. Jangan lagi ada kasus sindikat penyebaran ujaran kebencian maupun berita hoax yang bisa tumbuh subur di Indonesia. Mari berusaha untuk memeranginya bersama demi persatuan bangsa. Ciptakan negara yang demokratis. Setiap rakyat berhak memilih pemimpin sesuai dengan hati nuraninya tanpa adanya provokasi dari pihak lain. Yuk, jaga kelangsungan demokrasi jelang pilkada tahun ini.
)* Penulis adalah Mahasiswa UIN Sunan Kalijaga