Masyarakat Mendukung Pemblokiran Rekening FPI
Oleh : Firza Ahmad )*
Setelah FPI dibubarkan, maka rekeningnya otomatis diblokir. Para mantan pengurusnya langsung emosi, namun pemerintah tetap kukuh dalam membekukannya. Mereka tak bisa berkutik lagi, karena sumber daya uangnya ditutup, sehingga gagal untuk bangkit kembali.
Pembubaran FPI membawa efek domino ke ranah keuangan. Ketua Humas PPATK M Natsir Pongah menyatakan, ada 59 rekening milik mereka beserta afiliasinya, yang dibekukan oleh pemerintah. Setelah itu, masih ada penelusuran lagi, apakah ada rekening atas nama pribadi yang menyuplai dana bagi ormas tersebut. Ketika ketemu, maka otomatis juga diblokir.
Pemblokiran rekening FPI yang berjumlah ratusan juta rupiah ini sudah sesuai prosedur, karena sudah ada payung hukumnya, yakni surat keputusan bersama menteri dan kepala lembaga. FPI dilarang untuk berkegiatan di Indonesia, dan rekeningnya pun dibekukan. Karena jika tidak, mereka bisa beraktivitas dengan sistem gerilya dan makin meresahkan masyarakat.
Pembekuan rekening FPI oleh PPATK (Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan) sesuai dengan pasal 40 ayat 3 Prepres nomor 50 tahun 2011. PPATK berhak meminta penyedia jasa keuangan untuk menghentikan sementara seluruh atau sebagian transaksi yang diketahui atau dicurigai sebagai hasil tindak pidana. Sehingga FPI mati kutu dan tak bisa protes lagi atas nama hukum.
Para mantan pengurus FPI, terutama Munarman, auto protes terhadap keputusan ini. Mereka langsung melakukan jurus playing victim dan berpura-pura sedang dizolimi. Namun masyarakat sudah hafal dengan modus tersebut, dan tidak mempercayai mereka. Karena hanya bisa berkoar-koar dan menyalahkan pemerintah, tapi selalu berbuat onar.
Sungguh aneh ketika para mantan pengurus FPI menuduh pemerintah mencaplok uang mereka. Karena 59 rekening itu hanya dibekukan untuk sementara, tidak selamanya. Nanti ketika waktunya tepat, maka bisa dibuka lagi. Namun sekarang masih dihentikan aktivitasnya, demi menjaga kedamaian di Indonesia.
Kemudian Munaman menjelaskan bahwa dalam rekening itu ada sumbangan dari masyarakat untuk para laskar FPI. Sungguh aneh, karena seharusnya uang tersebut langsung diberikan seluruhnya kepada keluarga laskar. Namun malah dibiarkan mengendap di dalam rekening, apa nanti akan ada penyalahgunaan? Masyarakat jadi tambah curiga pada mereka.
Pembekuan rekening FPI sudah sesuai dengan hukum, dan jangan ada yang membela mereka. Karena jika tidak dihentikan aktivitasnya, mereka bisa bangkit kembali. Buktinya, ketika FPI dibubarkan pemerintah, mereka membuat neo FPI alias front persatuan . Hanya ganti judul tapi singkatannya sama.
Organisasi yang baru ini tetap berstatus ilegal, karena mereka sengaja tidak mendaftarkannya ke Kementrian. Jadi pembekuan rekening FPI adalah langkah konkret agar uang itu tidak digunakan untuk ormas baru tersebut. Karena walau berganti nama, namun nyawa organisasinya sama saja, tetap intoleran dan radikal.
Masyarakat menyambut baik pembekuan rekening FPI, karena mereka sudah lelah dengan tindakan ormas tersebut yang seenaknya sendiri. Mereka sengaja melanggar protokol kesehatan physical distancing namun saat ditertibkan, malah marah-marah, dengan alasan sudah bayar denda 50 juta rupiah. Perbuatan buruk ini bisa saja ditiru masyarakat, jadi harus dihentikan.
Selain itu, FPI sangat intoleran dan tidak mengakui bahwa Indonesia adalah negara pancasila. Mereka tak setuju dengan prinsip bhinneka tunggal ika, karena tidak menghargai perbedaan. Namun memaksakan kehendaknya untuk membuat negara khilafiyah, yang kontras dengan dasar negara dan UUD 1945.
Pembekuan rekening FPI menjewer mereka karena tanpa uang, tak ada lagi kegiatan yang dilakukan. Mereka tak berkutik dan hanya bisa protes terhadap tindakan PPATK. Namun PPATK bergeming dan tetap kukuh untuk menghentikan aktivitas pada 59 rekening FPI, karena sudah ada payung hukumnya.
)* Penulis adalah warganet tinggal di Bogor