Masyarakat Mendukung Penerapan Omnibus Law Cipta Kerja
Oleh : Hendrik Kristiadi )*
Kendati telah memuat banyak keunggulan, faktanya Omnibus Law Cipta kerja masih saja kehilangan pamornya. Padahal UU Sapu jagat ini bakal mendorong industri padat karya yang banyak menyerap lapangan kerja. Masyarakat pun mendukung Omnibus Law Cipta Kerja agar segera dapat diterapkan.
Topik omnibus law cipta kerja kini tengah jadi bulan-bulanan. Pro kontra seolah melambung keatas tanpa henti. Pertanyaannya, apakah mereka yang kontra ini paham sepenuhnya UU Sapu jagat ini? Atau hanya ikut-ikutan biar dikira melek berita terkini?
Banyaknya penolakan atas Omnibus Law Cipta kerja ini disebabkan telah menyinggung sejumlah isu sensitif. Khususnya masalah perburuhan. Bahkan, saking kreatifnya Omnibus law yang sebelumnya bernama Cipta Lapangan Kerja disingkat jadi RUU Cilaka. Hanya ada di negeri +62 kayaknya.
Namun, menurut hemat kami wajar jika terjadi protes. Pasalnya, ditengarai adanya miscontext atau disinformasi terkait UU Sapu jagat tersebut. Narasi yang bergulir seolah digiring agar publik yakin jika aturan ini hanya pro pengusaha saja serta menyengsarakan pihak pekerja. Sayangnya, kemudian hal ini dijadikan alat legitimasi untuk melancarkan gerakan protes RUU Cipta kerja tersebut. Hal ini sejalan dengan pendapat Airlangga Hartarto yang menyatakan bahwa persepsi yang membuat dan yang membaca belum tentu sama.
Sebetulnya Mudah saja, Tujuan besar Omnibus law ini ialah membuat masyarakat mendapatkan pekerjaan. Terlebih, fokus utama pemerintah ialah menekan angka pengganguran yang nilainya 7 jutaan. Aturan ini juga mendorong para pengusaha untuk berinovasi membuat pabrik baru, utamanya padat karya yang nantinya akan menyerap banyak tenaga kerja. Namun, tetap mengcover investasi yang telah eksis sembari menjaga perusahaan-perusahaan bisnis Di Indonesia tetap bertahan.
Selain itu, Omnibus law ini mampu menggenjot agar produk mereka mempunyai daya saing untuk dijadikan pengganti impor. Maka dari itu segala keruwetan terakit perizinan harus disunat. Mulai dari proses perizinan, birokrasi, isu perpajakan hingga perburuhan.
Maka dari itu Omnibus Law Cipta Kerja bisa menjadi terobosan sekaligus jalan keluar segala permasalahan. Intinya, Omnibus law sebagai “job creation art” ini bakal memberikan manfaat bagi masyarakat yang belum mendapatkan pekerjaan.
Kendati demikian tetap harus mempertahankan dunia usaha yang telah memberi kerja. Dengan bekerja, tentunya akan memperoleh penghasilan. Penghasilan inilah yang nantinya akan menopang daya beli. Daya beli masyarakat akan menjadi senjata bagi pergerakkan roda ekonomi. Efeknya berpotensi membuka serta menciptakan kesempatan kerja lebih lanjut lagi.
Dengan demikian, Kita harusnya menyetop kabar buruk dalam kurun waktu lima tahun terakhir. Di mana pertumbuhan realisasi investasi hanya mampu nangkring diangka 5% saja. Hal ini disebabkan oleh, dunia usaha takut untuk melakukan investasi baru. Jika hal tersebut terus dibiarkan, dampak negatifnya akan terus meluas. Pengangguran makin banyak, apalagi ada efek perang dagang serta dampak virus Corona yang hingga kini masih menjadi trending topic.
Jangan sampai Indonesia mendapatkan bencana ekonomi yang sesungguhnya. Susah cari kerja, kebutuhan masyarakat dipenuhi barang impor. Jika hal ini terjadi maka ekonomi kita akan menjadi “Cilaka” beneran! Karena, negara akan mengalami defisit perdagangan, defisit anggaran hingga defisit transaksi berjalan. Tentunya hal ini tak diinginkan bukan?
Sudah bukan rahasia jika Indonesia ini banyak berita yang mengandung hoax. Bahkan, Omnibus law sendiri tak lepas dari isu hoax yang meresahkan. Dunia digital agaknya akan makin runyam jika penggunanya tak memiliki wawasan lebih dalam. Akibatnya banyak tersebar konten-konten menyesatkan. Yang mana menimbulkan sejumlah kejadian salah persepsi. Parahnya, lha kok mereka ini pede saja! Ketika menyebarkan sejumlah informasi yang belum valid sumbernya.
Belum lagi masalah demo-demo yang seolah menjadi indikator lain untuk memperburuk keadaan. Jangan jadikan misinformasi terkait RUU Omnibus law ini sebagai pembodohan publik. Mari bersikap kritis atas apa yang terjadi di negeri ini. Banyak tumpang tindih aturan, birokrasi yang nyeleneh, ketenagakerjaan yang mengkhawatirkan hingga UU yang dinilai telah kadaluwarsa membutuhkan revitalisasi. Memang, tampaknya mau maju dari zona nyaman itu susah ya. Padahal, berani melangkah saat ini untuk masa depan lebih maju adalah pilihan terbaik, daripada harus di zona nyaman namun faktanya hanya jalan ditempat tanpa ada perkembangan serius.
)* Penulis adalah warganet tinggal di Jakarta