Mewaspadai Hoax Pasca Pilpres Sebagai Ancaman Nasional
Oleh: Bagus Sugiarto*
Pilpres dan Pileg telah usai, berbagai fitnah hoaks dan sejenisnya telah tenggelam oleh waktu karena bersifat kontemporer. Tapi justru yang lebih berbahaya adalah hoaks pasca Pilpres / Pileg, mengapa demikian ? Tak lain pasca Pilpres dan Pileg inilah mempunyai rentang waktu 5 tahun ke depan.
Pada segelintir orang tentunya ada rasa tidak puas dengan hasil pesta demokrasi lima tahunan yang dikemas dalam Pilpres dan Pileg beberapa bulan lalu. Bibit-bibit inilah yang nantinya akan menjadi “penyerang” pemerintahan yang sah. Tidaklah mengapa jika menjadi oposoisis yang baik sebagai penyeimbang pemerintahan. Yang membahayakan jika rasa ketidakpuasan segelintir orang tersebut memanfaatkan kaum awam sebagai sasaran berita bohong atau yang lebih kita kenal sebagai hoaks.
Pada situasi dan kondisi seperti inilah hoaks bisa menjadi senjata ampuh bagi yang menginginkan ketidak harmonisan dalam berbangsa dan bernegara. Dunia maya dimana teknologi informasi berkembang merupakan dunia yang mempunyai kekuatan dahsyat walau keberadaannya tidak terlihat. Berbicara tentang hoaks di sosial medis sebagai corongnya dunia maya bagaikan tajamnya mata pisau yang siap menyayat. Jika pemegang pisau tersebut mempunyai jiwa yang luhur dan mempunyai wawasan luas tentulah akan mampu mengendalikan diri dengan keberadaan hoaks yang setiap saat menghampirinya. Tapi sebaliknya jika pemegang mata pisau yang siap menyayat tersebut mempunyai jiwa yang kerdil dan labil tentu akan dengan sangat mudah terpengaruh ataupun terprovokasi oleh berbagai hoaks yang menghampirinya.
Mengenal Sekolah Sosial Media
Salah satu cara untuk mengendalikan dan meminimalisir hoaks adalah dengan adanya pendididkan terprogram bagi penghuni dunia maya (pemakai IPTEK), tidak dapat dipungkiri bahwa teknologi informasi akan terus berkembang sejalan dengan penemuan-penemuan terbaru dibidang informasi. Sejauh ini masih minim sosialisasi tentang dunia informasi yang sedang berkembang dewasa ini terutama cara bijak dalam bersosial media.
Tidak saja didodminasi oleh orang dewasa sebagai pemakai teknologi informasi, tapi mulai dari balita sudah mengenal yang namanya smartphone sebagai sarana mengenal dunia maya ini. Jadi memang sangat rentan dengan pelanggaran-pelanggaran yang nantinya akan terjadi di sosial media.
Hoaks, ujaran kebencian, caci maki dan lain sebagainya kerap kali kita dengar di sosial media. Baik disengaja atau tidak disengaja tentu pelaku akan terkena pasal-pasal UU ITE dan setelah diproses berdalih khilaf. Ada beberapa kemungkinan yang terjadi bila sudah demikian yaitu memang sengaja dalam penyebaran hoaks, atau memang terbawa arus emosi sesaat hingga terjerumus ke dalam proses UU ITE yang mereka tidak pahami.
Dari kasus inilah perlu sosialisasi atau sekolah Sosial Media untuk pemahaman atau batasan layak tidaknya dalam bersiosial media sebagai corongnya dunia maya. Untuk mencapai sasaran sampai kalangan bawah bisa dimulai dari tingkat kabupaten dengan beberapa relawan dan sampai pada tingkat RT dengan relawan yang siap berjuang untuk memelekkan warga terhadap teknologi informasi.
Sudah disinggung di atas bahwa pengguna internet sudah bukan orang-orang dewasa saja yang memakai tapi realita di lapangan anak-anak balitapun sudah mengenal smartphone. Jadi bukan tidak mungkin kelabilan anak-anak ini bisa sebagai penyambung hoaks yang ditebarkan oleh oknum-oknum yang ingin membuat kekacauan.
Dengan diadakannya Sekolah Sosial Media ini diharapkan akan mampu menyaring berita-berita miring yang menjurus pada ketidakstabilan bermasyarakat yang nantinya akan merugikan diri sendiri. Akan lebih baiknya jika di setiap RT ada relawan yang paham teknologi informasi yang siap sedia sebagai tempat rujukan.
Bisakah Sekolah Sosial Media Diadakan?
Why not! Mengapa tidak. Di era milenial ini yang serba online dan banyaknya kemudahan-kemudahan yang ditimbulkan dengan seutas jaringan internet mungkin kelihatan lucu bila mendengar adanya Sekolah Sosmed. Tapi jika kita amati dari berkembangnya dunia informasi seperti sekarang ini adakalanya ada yang belum siap menerima kemajuan tersebut. Jadi untuk memberikan pendidikan dalam bersosial media yang memanfaatkan teknologi informasi tentulah sangat diperluakan baik bagi person pengguna sendiri maupun untuk menjaga stabilitas berbangsa dan bernegara.
Kita telah mengenal toko online, ojek online, sekolah online, seminar online kursus online dan sebagainya yang memudahkan dalam berkehidupan bermasyarakat. Untuk mempersiapkan itu semua diperlukan pendidikan yang memadai bagi setiap individu pemakai teknologi informasi pada umumnya dan pengguna Sosial Media pada khususnya.
Sampit, 19 Agustus 2019
*Penulis / Blogger Sampit – Kalimantan Tengah