Mewaspadai Penyebaran Radikalisme di Lingkungan Masyarakat
Oleh : Raditya Rahman )*
Paham radikal masih menjadi ancaman nyata yang patut diwaspadai. Pemerintah dan masyarakat tidak boleh lengah dalam merespon radaikalisme karena dapat mengancam eksistensi Pancasila dan memicu disharmonisasi masyarakat.
Paham Radikal merupakan perkembangan lebih lanjut dari pikiran dan sikap intoleran. Intolerasnsi merupakan bahan baku yang bisa berkembang menjadi gerakan radikal yang menghalalkan kekerasan, mengganti ideologi negara sampai dengan terorisme.
Deputi Bidang Pencegahan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Suaib Tahir menyebutkan bahwa masyarakat Indonesia rentan terpapar radikalisme dan terorisme.
Apalagi seperti yang kita tahu bahwa konten-konten berpaham kekerasan seperti radikal terorisme yang berkembang begitu marak melalui dunia maya.
Kelompok radikal saat ini telah memanfaatkan internet untuk menyebarkan nilai-nilai provokasi hingga proses rekrutmen untuk terlibat dalam gerakan radikal di Indonesia.
Tentu saja paham radikal yang menjadi cikal bakal terorisme kian merebak di masyarakat, hal tersebut tentu menjadi sesuatu yang harus dilawan secara terstruktur, karena jika dibiarkan radikalisme dapat mengikis nilai-nilai nasionalisme yang dapat merugikan negara. Karena banyak masyarakat utamanya pengguna internet yang terpapar paham radikal melalui dunia maya.
Untuk mencegah radikalisme di tengah masyarakat. Lembaga Visi Indonesia bekerja sama denga Kementerian Agama (Kemenag) juga berusaha untuk mencari solusi terbaik untuk mengatasi persoalan tersebut. Salah satunya adalah melalui workshop yang berkaitan dengan penangkalan radikalisme.
Nyatanya paham radikal tidak saja mengancam persatuan dan kesatuan bangsa, tapi juga merusak sendi-sendi kehidupan bermasyarakat.
Inspektur Wilayah III Inspektorat Jenderal Kemenag Hilmi Muhammadiyah memaparkan, radikalisme di Indonesia justru terus menggelinding bak bola sajlu. Keberadaannya seakan terus menggerus rasa nasionalisme, persatuan dan kesatuan, serta menimbulkan keresahan di masyarakat.
Agar paham radikalisme tidak terus meluas, maka seluruh elemen masyarakat haruslah membendung paham tersebut agar tidak kecolongan. Karena tidak hanya masyarakat umum saja yang rawan terpapar radikalisme, justru tidak sedikit pengikut paham tersebut dari kalangan terdidik.
Mata Air Foundation mengungkapkan data hasil riset yang menunjukkan bahwa paham radikal tidak hanya menyentuh kalangan masyarakat umum saja, tetapi juga kalangan terdidik. Bahkan yang menjadi catatan adalah, sudah banyak orang yang berbicara soal radikalisme tetapi jarang sekali ada yang berbicara tentang solusi.
Tentu kita berharap agar fakta yang ditampilkan hasil riset terkait dengan masifnya gerakan radikal tersebut haruslah benar-benar dicari solusinya. Karena selama ini sudah sangat cukup melimpah tentang riset radikalisme yang meresahkan sekaligus mengancam tatanan kehidupan bernegara di Indonesia.
Sementara itu, Abdulah Mas’ud yang merupakan aktifis NU CARE mencoba melihat dari perspektif yang berbeda. Menurutnya, radikalisme bisa ditimbulkan dari berbagai macam faktor. Untuk itu, ia menawarkan dua hal dalam upaya menangkal radikalisme, yakni dakwah damai di lingkungan masyarakat serta pemberdayaan ekonomi.
Cara dakwah secara damai di masyarakat tentunya harus diperbanyak. Sehingga tidak ada ketakutan dan kekerasan yang disampaikan. Pendekatan sopan santun dan lembut juga haruslah dikedepankan. Selain itu penting juga mewujudkan gerakan ekonomi umat.
Pada kesempatan berbeda, Sekretaris Kementerian Koperasi dan UKM, Rully Indriawan mengatakan, perlu adanya upaya bersama untuk mendukung para mantan napi terorisme dan aktifis gerakan radikal untuk bangkit secara ekonomi.
Menurutnya, pemberdayaan ekonomi melalui koperasi tergolong langkah yang efektif untuk memberantas gerakan radikalisme dan menekan praktik terorisme karena salah satu akar persoalan radikalisme dan terorisme adalah tekanan ekonomi.
Semakin melebarnya jurang kesenjangan ekonomi antara penduduk terkaya dan penduduk termiskin di Indonesia ternyata tidak hanya dapat memunculkan potensi konflik horizontal di tengah masyarakat.
Bahaya yang lebih mengancam dari kondisi itu adalah semakin suburnya paham radikal baik yang mengatasnamakan agama ataupun ideologi tertentu.
Masyarakat yang merasa terkungkung ketidakadilan ekonomi secara berkepanjangan akan lebih mudah disusupi paham-paham radikal. Dimana mereka menganggap bahwa paham tersebut dapat menjawab permasalahan yang mereka alami sekaligus sebagai bentuk perlawanan atas hegemoni pemodal maupun pemerintah atas sumber perekonomian mereka.
Hal tersebut menunjukkan, bahwa masalah kesenjangan ekonomi termasuk juga pengangguran juga termasuk menjadi salah satu pintu masuk paham radikal.
Oleh karena itu, radikalisme tentu harus ditangani secara multi elemen, yaitu harus ditangani baik oleh pemerintah. Selain itu Radikalisme juga harus dapat ditangani oleh para ahli di bidangnya, seperti lembaga Islam Moderat, NU dengan Islam Nusantara dan Muhammadiyah dengan Islam berkemajuan.
)* Penulis adalah pengamat sosial politik