Generasi Muda Berani Tolak Radikalisme
Oleh : Fajrur Rahman )*
Kita semua tahu bahwa aksi terorisme tidak hanya terjadi di Timur Tengah saja, aksi teror juga ternyata telah merambah ke Tanah Air bahkan sudah sejak lama.
Dari berbagai peristiwa seperti bom bali, Bom Thamrin hingga Bom panci di Bandung, umumnya para pelaku masih berusia remaja. Oleh karena itu jelas sudah bahwa radikalisme merupakan ancaman nyata bagi generasi muda di bumi Nusantara.
Pemerintah dan pihak – pihak terkait, ini lebih gencar mencegah radikalisme atau deradikalisasi, khususnya di kalangan remaja.
Yenny Wahid selaku direktur Wahid Institute mengatakan, usia muda termasuk masa rentan menjadi toleran dan radikal. Karena mereka masuk dalam fase mencari jat diri atau identitas. Apalagi, generasi tersebut melihat adanya ketidakadilan di sekitar mereka.
Imbasnya anak muda tersebut dengan mudah bisa menerima gagasan – gagasan dan pemikiran radikal yang mereka peroleh dengan mudah, melalui tulisan di dunia maya maupun lisan yang disampaikan oleh tokoh agama yang diakuinya.
Anak muda juga perlu memahami makna tentang jihad agar tidak salah tafsir. Karena Jihad sendiri artinya kesungguhan, bukan berarti berperang atau menebar ketakutan.
Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan Wiranto menyebutkan bahwa generasi muda lebih rentan terpapar paham radikalisme karena sebagian besar dari mereka memiliki akses terhadap internet. Menurutnya teknologi maju seperti arus informasi yang semakin cepat dapat memberikan kemudahan kelompok radikal melakukan rekrutmen dan membangun opini melalui dunia cyber.
Dirinya mengatakan generasi muda merupakan kelompok yang paling banyak mengandalkan informasi dan komunikasi melalui dunia maya. Apalagi pengguna internet di Indonesia saat ini sebanyak 132 juta orang, pengguna media sosial sebanyak 106 juta orang dan gawai yang beredar tercatat sebanyak 371 juta.
Oleh karena itu anak muda di Indonesia pada khususnya haruslah dibekali dengan pola berpikir kritis dan literasi digital yang baik agar dapat menolak ajakan melakukan kekerasan dan menebar teror.
Kita tentu perlu mengapresiasi atas digelarnya pelantikan Duta Damai Dunia Maya Asia Tenggara yang melibatkan generasi muda secara berkesinambungan menangkal paham terorisme yang menyebar di dunia maya.
Secara sadar atau tidak mudahnya kita terpancing isu menjadi salah satu perilaku radikal. Akhir – akhir ini seiring berkembangnya media sosial menjadi fenomena (latah) dalam berfatwa. Seseorang dengan mudah sekali menyebar, menghujat dan menghakimi segala hal yang terjadi terlepas berita itu hoax atau benar adanya.
Kita juga harus meyakini bahwa tidak ada satu agama pun di dunia ini yang mengajarkan perilaku radikal. Konsep tersebut tentu harus dipahami oleh anak muda yang hendak mempelajari agama secara mendalam.
Oleh karena itu, selain belajar mengenai agama, anak muda yang masih mencari jati diri sudah selayaknya mendapatkan pendidikan multikultural yang mengajarkan dan menanamkan ideologi yang memahami, menghormati dan menghargai harkat dan martabat manusia tanpa melihat seseorang dari aspek ekonomi, budaya, etnis, bahasa dan agama, sehingga diharapkan akan tertanam karakter dan kesadaran akan hidup bersama dalam keberagaman.
Anak muda juga seyogyanya telah memahami seperti apa agama yang damai dan toleran, sehingga tidak akan terjebak dalam arus ajaran radikalisme. Dalam hal ini Guru Agama juga memiliki peran penting untuk dapat memberikan pesan – pesan damai dari ajaran agama yang perlu dikedepankan dalam pelajaran.
Dengan demikian maka akan terwujud sikap saling mendengar, menghormati dan menghargai pendapat untuk menemukan jalan terbaik untuk mengatasi berbagai macam problema yang dihadapi.
Selain itu, agar anak muda tidak terpapar oleh paham radikal adalah dengan mengarahkan anak muda kepada beragam akifitas yang berkualitas baik di bidang akademis, sosial, keagamaan, seni, budaya, maupun olahraga.
Dengan terlibat aktif dalam kegiatan yang positif maka ini akan memacu mereka untuk menjadi pemuda yang berprestasi dan aktif berorganisasi di lingkungannya sehingga dapat mengantisipasi anak muda dari pengaruh ideologi radikalisme.
Dan yang tak kalah penting adalah memberikan keteladanan kepada Pemuda. Sebab, tanpa adanya keteladanan dari para tokoh masyarakat atau tokoh agama maka upaya yang akan dilakukan akan sia – sia.
)* Penulis adalah kontributor Pustaka Institute